Repelita Jakarta - Pengguna media sosial Ary Prasetyo merespons pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengaitkan melonjaknya pemutusan hubungan kerja dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya.
Ia menilai ucapan tersebut sangat berisiko dan bisa memicu kemarahan dari kelompok pendukung mantan Presiden Joko Widodo.
Ary menyindir tingkat keberanian menteri dalam menyampaikan pendapat secara gamblang di hadapan publik.
“Waaah Pak Purbaya nekat nih, apa gak takut diamuk Termul,” ujar Ary di X @Ary_PrasKe2 pada 24 Desember 2025.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat kenaikan signifikan jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja sepanjang Januari hingga November 2025.
Jumlah korban mencapai 79.302 orang, melebihi total sepanjang tahun sebelumnya yang sebanyak 77.965 orang.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa peningkatan tersebut terkait erat dengan melemahnya daya beli masyarakat seiring perlambatan laju pertumbuhan ekonomi pada mayoritas periode tahun ini.
“PHK kan terjadi ketika demand-nya lemah sekali kan. Itu terjadi 10 bulan awal, 9 bulan pertama tahun lalu kan. Tahun ini 10 bulan pertama, ekonomi slow. Itulah gambaran bahwa ekonomi kita waktu itu slow,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025).
Menurutnya, situasi ini mencerminkan kondisi perekonomian nasional pada sepuluh bulan awal tahun berjalan.
Meskipun demikian, Purbaya menyatakan bahwa upaya pemulihan sedang digencarkan melalui koordinasi kebijakan fiskal dengan otoritas moneter Bank Indonesia.
“Kita dorong, saya harapkan (ekonomi) akan membaik, saya yakin tahun depan akan lebih baik dari sekarang. karena kita lebih sinkron dengan pemerintah,” jelasnya.
Purbaya juga menyebut bahwa tingginya angka pemutusan hubungan kerja merupakan warisan dari keputusan ekonomi pada masa kepemimpinan sebelumnya yang kurang optimal.
“Jadi, itu merupakan indikasi bagi saya bahwa kemarin-kemarin memang tidak bagus,” lanjutnya.
Ia menegaskan kesiapan untuk mendukung sektor usaha agar kembali berkembang dan berperan dalam pemulihan perekonomian.
Kunci utamanya adalah peningkatan permintaan domestik melalui penyesuaian kebijakan di tingkat fiskal maupun moneter.
“Jadi makanya saya concern itu dan ingin membantu mereka (dunia usaha) semaksimal mungkin untuk tumbuh lagi. Sesuai dengan permintaan. Kenaikan permintaan karena kita ubah kebijakan di sini, maupun di Bank Sentral,” tandasnya.
Berdasarkan data resmi Kementerian Ketenagakerjaan, Jawa Barat menduduki posisi tertinggi dengan kontribusi 21,73 persen dari total kasus atau setara 17.234 pekerja terdampak.
Disusul Jawa Tengah sebanyak 14.005 orang, Banten 9.216 orang, DKI Jakarta 5.710 orang, serta Jawa Timur dengan 4.886 pekerja yang kehilangan mata pencaharian selama sebelas bulan pertama tahun ini.
Editor: 91224 R-ID Elok

