
Repelita Malang Raya - Pengamat politik dan hukum Muslim Arbi menyampaikan pandangan tajam terkait dampak kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terhadap stabilitas politik nasional.
Menurut Muslim Arbi, selama Gibran masih menduduki kursi wakil presiden, Indonesia akan terus dilanda kegaduhan politik yang tidak kunjung reda.
Ia menilai bahwa sumber ketegangan bukan berasal dari oposisi atau kebijakan pemerintahan, melainkan dari keberadaan Gibran yang dinilai sarat kontroversi etik dan hukum.
Muslim Arbi menyebut bahwa posisi Gibran di puncak kekuasaan bukan hasil dari proses demokrasi yang sehat, melainkan akibat manipulasi konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi.
Ia merujuk pada putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka jalan bagi Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden, di tengah konflik kepentingan karena Ketua MK saat itu adalah paman Gibran.
Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap hukum dan mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga konstitusi.
Muslim Arbi juga menyoroti isu integritas pribadi Gibran, khususnya terkait kejelasan riwayat pendidikan yang masih dipertanyakan oleh publik.
Ia menyatakan bahwa jika hal mendasar seperti ijazah saja tidak transparan, maka legitimasi moral seorang pejabat publik akan terus diragukan.
Dalam analisisnya, Muslim Arbi menyebut bahwa Gibran bukan hanya menjadi persoalan personal, tetapi juga simbol dari ketegangan politik yang membelah masyarakat.
Sejak pencalonan hingga pelantikan, menurutnya, suara penolakan terhadap Gibran tidak pernah benar-benar mereda.
Ia menilai bahwa kehadiran Gibran memperlihatkan dominasi dinasti politik yang mengabaikan prinsip meritokrasi dan independensi kekuasaan.
Muslim Arbi menyebut bahwa Gibran hanyalah perpanjangan tangan dari Presiden Joko Widodo, sehingga setiap langkah pemerintahan Prabowo akan selalu dikaitkan dengan kepentingan keluarga.
Ia menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi defisit legitimasi moral, meski secara hukum telah sah dilantik.
Menurutnya, tidak ada stabilitas politik tanpa legitimasi etis yang kuat, dan ketika wakil presiden dianggap hasil rekayasa hukum, maka kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan akan terus menurun.
Muslim Arbi menyimpulkan bahwa selama Gibran masih menjabat, Indonesia akan terus ribut, gaduh, dan kehilangan arah moral dalam demokrasi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

