
Repelita Makassar - Perseteruan atas lahan seluas lebih dari enam belas hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga semakin memanas antara perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla dan entitas yang terkait dengan grup bisnis besar.
Konflik ini muncul setelah adanya upaya penguasaan fisik yang diduga tidak sesuai prosedur hukum pada awal November 2025, di mana salah satu pihak mengklaim hak berdasarkan putusan pengadilan lama sementara pihak lain menunjukkan bukti sertifikat yang masih berlaku hingga lebih dari satu dekade mendatang.
Mantan wakil presiden Jusuf Kalla secara pribadi turun ke lokasi pada tanggal 5 November 2025 untuk memeriksa langsung kondisi tanah yang ia anggap telah dibeli secara sah dari para ahli waris keturunan kerajaan daerah tiga puluh lima tahun lalu.
Dalam kunjungannya tersebut, Jusuf Kalla menyatakan bahwa lahan tersebut telah dimiliki oleh perusahaannya sejak tahun 1993 tanpa pernah ada masalah hukum sebelumnya dan menekankan bahwa tidak ada hubungan perkara dengan pihak lawan yang kini mengklaim kepemilikan.
Ia menambahkan bahwa sertifikat hak guna bangunan telah diterbitkan secara resmi oleh lembaga pertanahan setempat pada tahun 1996 dengan perpanjangan hingga September 2036, sehingga segala bentuk klaim dari luar dianggap sebagai bentuk ketidakadilan yang harus dilawan hingga ke tingkat apapun.
Menurut perwakilan hukum dari perusahaan Jusuf Kalla, bukti kepemilikan mencakup empat sertifikat hak guna bangunan dengan luas masing-masing lebih dari sepuluh ribu meter persegi ditambah satu akta pengalihan hak yang membuat total mencapai seratus enam puluh empat ribu meter persegi lebih.
Proses akuisisi lahan dilakukan melalui transaksi jual beli yang sah dari beberapa pihak ahli waris pada akhir tahun 1993, dan penguasaan fisik tidak pernah terputus sejak saat itu meskipun ada upaya gangguan baru-baru ini.
Pihak perusahaan Jusuf Kalla juga melaporkan adanya gangguan fisik sejak akhir September 2025 ketika mereka mulai melakukan pematangan lahan untuk pengembangan kawasan terintegrasi, termasuk insiden bentrokan yang menyebabkan korban luka pada Oktober 2025.
Mereka menuding bahwa kelompok yang melakukan intervensi tersebut berasal dari pihak lawan yang berafiliasi dengan grup bisnis nasional, meskipun pihak tersebut membantah keterlibatan langsung dan menyatakan bahwa perusahaan mereka hanya sebagai pemegang saham.
Di sisi lain, perusahaan yang mengklaim hak atas lahan menyatakan bahwa kepemilikan mereka didasarkan pada putusan pengadilan tahun 2000 yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap seorang individu yang dianggap sebagai penguasai tidak sah pada masa itu.
Direktur perusahaan tersebut menegaskan pada awal November 2025 bahwa proses pembebasan dan pembelian lahan dilakukan secara transparan antara tahun 1991 hingga 1998 berdasarkan wewenang resmi yang berlaku saat itu, sehingga klaim dari pihak lain dianggap melawan hukum.
Mereka juga melaporkan upaya penyerobotan ilegal dalam sebulan terakhir ke aparat penegak hukum setempat dan nasional, sambil meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum demi menjaga ketertiban masyarakat.
Pernyataan dari pemimpin grup bisnis terkait menyatakan bahwa lahan bukan milik langsung perusahaan induk mereka melainkan entitas terpisah yang merupakan perusahaan terbuka dengan saham mayoritas dari pemerintah daerah, sehingga komentar lebih lanjut diarahkan ke manajemen perusahaan tersebut.
Menteri terkait bidang agraria menyatakan adanya kejanggalan dalam proses eksekusi karena tidak adanya verifikasi batas dan luas lahan sebelumnya, meskipun undangan untuk kegiatan tersebut sempat dibatalkan secara mendadak pada Oktober 2025.
Ia menambahkan bahwa tumpang tindih hak atas lahan telah ada sejak tahun 1990-an dan kasus ini terungkap berkat upaya penataan sistem pertanahan yang lebih transparan, sehingga penyelesaian harus didasarkan pada data hukum yang akurat tanpa memihak kepentingan manapun.
Pihak pengadilan setempat membantah bahwa eksekusi menyasar lahan milik perusahaan Jusuf Kalla karena tidak ada koordinasi dengan lembaga pertanahan dan belum ada pengecekan fisik yang resmi terhadap sertifikat yang ada.
Jusuf Kalla menekankan bahwa gugatan lama yang dimenangkan pihak lawan ditujukan kepada individu yang tidak memiliki kapasitas memiliki lahan seluas itu, sehingga dianggap sebagai rekayasa yang salah objek dan berpotensi merugikan masyarakat luas jika dibiarkan.
Ia menyatakan kesiapan untuk melawan segala bentuk ketidakadilan melalui jalur hukum meskipun belum memutuskan langkah spesifik, sambil memperingatkan agar aparat keadilan bertindak secara adil dan mendukung kebenaran.
Konflik ini juga mendapat tanggapan dari tokoh hukum nasional yang menyebutnya sebagai modus klasik mafia tanah melalui pemalsuan atau klaim palsu yang memaksa pemilik sah untuk menggugat kembali ke pengadilan.
Pengamat menyoroti bahwa masalah sistemik seperti kurangnya transparansi informasi tanah dan korupsi di lembaga terkait menjadi akar penyebab sengketa semacam ini, sehingga diperlukan reformasi mendalam untuk mencegah eksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Pihak perusahaan Jusuf Kalla menegaskan bahwa mereka bukan bagian dari perkara tahun 2000 dan putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang terlibat langsung beserta ahli warisnya, bukan terhadap sertifikat sah yang mereka pegang.
Mereka juga menolak adanya kaitan dengan klaim individu lain yang mencoba memulihkan hak melalui pengadilan administratif, karena lahan mereka terpisah secara legal meskipun berbatasan.
Kasus ini semakin rumit dengan keterlibatan unsur militer dalam pengawasan lokasi yang dibantah sebagai campur tangan langsung, di mana pihak terkait hanya memastikan tidak ada personel resmi yang terlibat dalam perselisihan sipil.
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa lembaga pertanahan nasional telah mengirim surat ke pengadilan untuk mempertanyakan dasar eksekusi karena masih ada sengketa aktif dan belum ada pengukuran ulang yang diwajibkan.
Jusuf Kalla memperingatkan bahwa jika praktik seperti ini dibiarkan maka seluruh kawasan kota berpotensi menjadi korban serupa, terutama bagi masyarakat biasa yang tidak memiliki sumber daya untuk melawan.
Pihak lawan tetap pada posisi bahwa eksekusi telah menandai akhir dari perselisihan panjang dan siap bekerja sama dengan aparat untuk menegakkan kepastian hukum bagi kepentingan ekonomi lokal.
Konflik ini menarik perhatian publik karena melibatkan figur nasional dan grup bisnis besar, sehingga diharapkan penyelesaian yang adil untuk menghindari preseden buruk dalam pengelolaan aset tanah di wilayah tersebut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

