Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Budiman Sudjatmiko Kena Sentil, Dulu Tolak Soeharto Sekarang Ikut Tepuk Tangan

 

Repelita Jakarta - Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, oleh Presiden Prabowo Subianto kembali menimbulkan sorotan publik.

Saepudin Syarif, pegiat media sosial, menyoroti perubahan sikap Budiman Sudjatmiko yang dulu menentang Soeharto namun kini berada di lingkaran pemerintahan.

Dahulu Budiman lantang melawan Soeharto hingga dipenjara, tulis Saepudin di trheads, 11 November 2025.

Saepudin menambahkan, Budiman bahkan menolak keras wacana menjadikan Soeharto pahlawan nasional pada 2016. Tahun 2016 nolak Soeharto yang hendak dipahlawankan, sebutnya.

Kini, Budiman bergabung dengan lingkaran Prabowo dan menjabat sebagai Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin).

Prabowo memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, sesuatu yang semula ditolak Budiman sebelum masuk pemerintahan.

Tu komen anggap aja si Budi dah mati sejak gabung penculik. Bagaimana sekarang?, tandas Saepudin.

Pengamat Politik dan Ekonomi, Heru Subagia, menekankan bahwa keputusan menjadikan Soeharto Pahlawan Nasional perlu ditelaah dari sisi sejarah dan politik kekuasaan.

Saya sebagai warga negara melihat kondite atau berbicara bagaimana sejarah berawal, dimulai, diperjuangkan, dan bahkan pada akhirnya dikontrol oleh sebuah rezim, ujar Heru kepada fajar.co.id, Selasa, 11 November 2025.

Heru menambahkan, banyak tokoh produktif dalam sejarah pembentukan negara akhirnya berbenturan dengan kepentingan politik. Pertanyaannya berakhir ketika banyak di antara mereka harus berbenturan arah karena kepentingan politik, sebutnya.

Heru menilai negara berhak memberikan penghormatan kepada tokoh yang dianggap berjasa, namun proses itu kerap dipengaruhi hegemoni politik yang menelan figur lain yang juga berjuang.

Tokoh seperti Kahar Muzakkar, misalnya, juga fenomenal dan heroik. Tapi beliau ditelan oleh perbedaan sudut pandang politik, jelasnya.

Heru menyinggung sejarah Indonesia yang kerap menyingkirkan tokoh dengan pemikiran berbeda, khususnya kalangan kiri atau sosialis. Kita bisa lihat bagaimana nasib tokoh seperti Tan Malaka dan DN Aidit. Mereka juga berjuang untuk kemerdekaan, tapi dihilangkan dari ruang sejarah, terangnya.

Ia menekankan, hal ini menunjukkan bahwa sejarah Indonesia tidak hanya soal menang atau kalah, tetapi siapa yang menguasai narasi kekuasaan. Sejarah tak seharusnya disakralkan oleh kekuasaan, tegasnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved