Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Ribuan Anak Keracunan MBG, Made Supriatma Sindir Elite: Tidak Pandai Menari, Lantai yang Dituduh Berjungkit

 Puluhan Pelajar Cipongkor Kembali Keracunan MBG Pasca Ditetapkan KLB

Berikut naskah berita final, bersih, siap tayang sesuai format Repelita:

Repelita Jakarta – Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) terus menjadi sorotan setelah jumlah anak yang terdampak mencapai 6.425 orang.

Program MBG yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran awalnya bertujuan meningkatkan gizi anak sekolah, namun kini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.

Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute, Antonius Made Tony Supriatma, menyampaikan kritik melalui akun media sosialnya pada Sabtu, 27 September 2025.

Ia menyoroti sikap elite politik yang mulai menginsinuasi bahwa keracunan MBG disebabkan oleh sabotase.

“Para elite mulai menginsinuasi bahwa keracunan MBG adalah karena ada sabotase. Mereka memang tidak menuduh secara langsung. Tapi idenya diajukan sehingga orang diharapkan percaya ada gerombolan yang mau mensabotase program mulia pemerintah ini,” tulis Made.

Menurutnya, narasi tersebut hanya bertujuan mengalihkan tanggung jawab dari kegagalan kebijakan kepada pihak yang tidak nyata.

“Ini seperti tidak pandai menari, lantai yang dituduh berjungkit,” sindirnya.

Made menyebut MBG sebagai program yang baik namun pelaksanaannya dinilai terlalu egois dan terpusat.

Ia menilai Prabowo menjalankan program ini tanpa melibatkan sistem yang sudah ada, dan hanya mengandalkan orang-orang loyal yang bisa dikendalikan.

“MBG ini adalah proyek besar. Sangat besar. Selain besar juga sangat egoisentris,” tulisnya.

Made juga menyoroti keberadaan purnawirawan militer dan mantan anggota Tim Mawar di Badan Gizi Nasional (BGN), termasuk di posisi deputi pengawasan dan pemantauan.

Ia mempertanyakan mengapa program sebesar ini tidak melibatkan sekolah, guru, orangtua murid, dan pemerintah daerah.

“Saya tidak tahu apa pertimbangan untuk mengesampingkan para stake-holder yang paling berkepentingan terhadap program ini,” ujarnya.

Made mengkritik sistem pengelolaan SPPG yang menurutnya berpotensi menimbulkan ekonomi rente dan kroniisme.

Ia menyebut bahwa dana Rp1,2 triliun per hari yang digelontorkan untuk MBG berisiko hanya berputar di kalangan elite dan pendukung kekuasaan.

“Bisa kita bayangkan program yang akan menghabiskan dana Rp1,2 trilyun per hari ini akan berputar di kalangan para kroni saja,” tulisnya.

Made menilai bahwa jika MBG dikelola oleh sekolah dan orangtua murid, maka akan ada jutaan pintu distribusi yang lebih transparan dan akuntabel.

Ia juga mengungkap bahwa banyak anak tidak mau menyantap makanan MBG karena takut keracunan dan rasa yang tidak enak.

“Saya sering sekali mendengar cerita orang tua murid yang sekarang membekali anaknya dengan tas plastik. Untuk apa? Untuk menyimpan MBG yang tidak dimakan karena tidak enak dan takut keracunan,” katanya.

Menurut Made, MBG harus dijalankan dengan pendekatan berbasis komunitas, melibatkan semua pihak yang memahami kondisi lokal.

Ia menyarankan agar program ini dimulai dengan pilot project dan pola desentralisasi.

“MBG adalah program mahal yang hanya berguna untuk orang-orang yang mendukung kekuasaan. Bahkan sekarang anak-anak pun tidak mau menyantapnya. Tapi ada yang untung besar,” tutupnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved