Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Pakar UGM Beberkan Akar Kemarahan Publik di Tengah Gelombang Unjuk Rasa


Repelita Yogyakarta – Gelombang unjuk rasa yang marak terjadi di berbagai daerah Indonesia dalam beberapa pekan terakhir dipandang sebagai puncak dari akumulasi kekecewaan publik terhadap kondisi sosial-ekonomi yang berat dan kegagalan institusi politik merespons aspirasi rakyat.

Para pakar dari Universitas Gadjah Mada sepakat bahwa tindakan represif aparat justru menjadi pemicu yang memperbesar kemarahan massa.

Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, Munjid, menyebut akar kemarahan publik saat ini dipicu kondisi sosial-ekonomi yang makin menekan sejak pandemi Covid-19 ditambah kebijakan yang seringkali tidak berpihak pada rakyat.

Tindakan represif berlebihan hanya akan menambah amarah publik, katanya saat acara diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk Antara Hak Bersuara dan Stabilitas Bangsa di UGM pada Kamis, 4 September 2025.

Munjid menyoroti adanya jarak yang semakin jauh antara rakyat dan wakilnya di parlemen serta partai politik.

Diskoneksi ini membuat aspirasi publik seolah tidak pernah terhubung dengan proses politik formal.

Kalau kekuasaan tidak dipaksa dan dikontrol secara efektif, ia hanya akan bekerja untuk dirinya sendiri, bukan untuk rakyat, tambahnya.

Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur, menilai ada kegagalan dalam reformasi kepolisian yang membuat institusi tersebut rentan dipolitisasi dan kerap digunakan sebagai instrumen politik selama satu dekade terakhir.

Kegagalan negara melindungi masyarakat memicu kemarahan publik.

Alfath juga melihat perubahan pola demonstrasi, di mana peran influencer di media sosial menjadi lebih dominan dalam memobilisasi massa menggantikan peran organisasi mahasiswa sebelumnya.

Meski begitu, ia memuji aksi damai di Yogyakarta sebagai contoh penyampaian kritik yang bermartabat.

Apa yang ditunjukkan saat aksi damai di Yogyakarta pada Senin lalu mencerminkan bagaimana masyarakat tetap bisa kritis dan menyuarakan pendapat dengan cara bermartabat, dan ini bisa menjadi role model bagi bangsa, katanya.

Dari perspektif psikologis, Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof Faturochman, menyebut partisipasi mahasiswa dan generasi Z dalam aksi unjuk rasa muncul karena rasa kecewa yang menumpuk bukan sekadar ikut-ikutan.

Hal ini menunjukkan sensitivitas tinggi mereka terhadap isu keadilan sosial.

Ketika orang kecewa dan tidak ada tanda-tanda perubahan, kesesakan itu akan melahirkan perlawanan dan ini adalah reaksi yang wajar dalam kehidupan sosial kita, tutur Faturochman.

Faturochman menambahkan relasi antara pemimpin dan rakyat harus dibangun di atas rasa hormat, bukan sekadar empati sesaat.

Ketika potensi masyarakat diabaikan, kepercayaan publik akan runtuh, yang berbahaya bagi stabilitas jangka panjang. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved