Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Muslim Arbi Sebut Pembentukan Tim Reformasi Polri oleh Kapolri Sebagai Manuver Geng Solo Pertahankan Jabatan

Repelita Jakarta - Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri yang memicu terjadinya luas di ruang publik. Keputusan tersebut diumumkan lebih awal dibandingkan rencana reformasi kepolisian yang tengah disiapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Sejak gelombang reformasi besar terjadi pada Agustus 2025 yang menuntut perbaikan kinerja dan akuntabilitas Polri, lembaga-lembaga wacana kepolisian semakin menguat. Presiden Prabowo bahkan telah mengisyaratkan pembentukan komite reformasi yang melibatkan unsur sipil, akademisi, dan pakar hukum.

Di tengah ekspektasi masyarakat terhadap reformasi menyeluruh, Kapolri tiba-tiba mengumumkan pembentukan tim internal yang sepenuhnya diisi oleh pejabat aktif kepolisian. Tidak ada nama dari kalangan sipil seperti akademisi hukum atau aktivis hak asasi manusia.

“Langkah ini mengesankan menjelang agenda presiden,” ujar Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu, dalam pernyataan kepada redaksi pada Selasa, 23 September 2025. “Bukan hanya soal prosedur, tetapi sinyal juga politik tentang siapa yang memegang kendali proses reformasi.”

Muslim menilai bahwa tanpa keterlibatan masyarakat, rekomendasi tim internal Polri akan sulit lepas dari bias institusional. Ia menyebut transparansi dan akuntabilitas akan lemah jika proses hanya diiklankan oleh institusi itu sendiri.

“Tanpa perwakilan sipil, sulit berharap rekomendasi tim ini bebas dari bias internal,” tegas Muslim. “Transparansi dan akuntabilitas akan lemah jika hanya dibesar-besarkan oleh institusi itu sendiri.”

Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga menyuarakan hal serupa. Mereka mendesak agar Presiden Prabowo memastikan reformasi kepolisian melibatkan unsur independen seperti mantan Menkopolhukam Mahfud MD atau tokoh hukum lainnya.

Muslim Arbi bersinggungan dengan langkah Kapolri dengan dugaan manuver politik yang ia sebut sebagai strategi “Geng Solo”—istilah yang Merujuk pada lingkaran kekuasaan politik yang dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo dan keluarga besar yang berasal dari Solo.

“Ini cara mempertahankan posisi Listyo Sigit sebagai orang nomor satu di Polri,” kata Muslim. Menurutnya, pembentukan tim internal adalah upaya menunjukkan inisiatif reformasi agar tidak ada alasan dari pihak istana untuk melakukan pergantian pucuk pimpinan dalam waktu dekat.

Meski istilah “Geng Solo” bernada politis dan belum tentu menggambarkan fakta yang terverifikasi, wacana ini menambah kompleksitas persepsi masyarakat tentang independensi Polri.

Sumber di lingkaran reformasi menyebutkan bahwa Presiden Prabowo tengah menyiapkan agenda lebih menyeluruh yang akan diumumkan dalam beberapa minggu ke depan. Agenda tersebut direncanakan melibatkan pakar hukum, tokoh masyarakat, dan lembaga perwakilan swadaya masyarakat untuk menjamin transparansi.

Langkah Kapolri yang mengumumkan pengumuman presiden menimbulkan tumpang tindih kebijakan. “Jika tidak disinkronkan, bisa muncul persepsi adanya dua jalur reformasi: satu versi Polri dan satu versi pemerintah,” papar Muslim.

Pembentukan tim internal Polri tanpa konsultasi terbuka dinilai dapat menurunkan legitimasi proses reformasi. Ada kekhawatiran bahwa laporan dan rekomendasi tim hanya bersifat kosmetik dan tidak menyentuh akar masalah, seperti penegakan hukum yang transparan, pengawasan independen, dan pembenahan kultur kekuasaan di tubuh Polri.

Muslim melihat risiko perseteruan institusional jika pemerintah pusat menilai langkah Kapolri sebagai bentuk “perlawanan halus” terhadap Arah presiden. Dalam konteks politik yang tengah sensitif, ketidakharmonisan ini dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menggiring opini publik.

Ia memprediksi beberapa skenario yang mungkin terjadi. Pertama, pemerintah dan Polri dapat segera menyatukan langkah-langkah dengan melebur tim internal ke dalam komite nasional reformasi. Kedua, tim Polri berjalan sendiri, namun berisiko hanya menghasilkan rekomendasi simbolik. Ketiga, muncul politik yang memperpanjang proses pembenahan institusi.

“Bagi publik, reformasi kepolisian adalah kebutuhan yang mendesak, bukan sekadar wacana politik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar upaya ini tidak dipersepsikan sebagai manuver mempertahankan jabatan atau kekuasaan,” pungkas Muslim.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved