Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melanjutkan penyelidikan terkait dugaan korupsi tambahan kuota haji tahun 2024.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah kebijakan pembagian kuota tambahan dengan skema 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
KPK telah meminta keterangan sejumlah saksi dari Kementerian Agama, termasuk mantan Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar Ali pada Jumat pekan lalu.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan pemeriksaan itu dilakukan untuk mendalami proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan pembagian kuota tambahan.
Budi menjelaskan, para saksi ditanyai tentang penerbitan keputusan terkait kebijakan pembagian kuota tambahan yang dianggap tidak sesuai aturan.
Nizar Ali usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat 12 September 2025 mengatakan dirinya ditanya soal mekanisme terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan.
Ia mengaku hanya menjawab pertanyaan seputar prosedur keluarnya SK tersebut dan tidak membeberkan lebih jauh materi pemeriksaan.
Menurut KPK, SK tersebut menjadi salah satu bukti awal dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji tambahan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menuturkan bahwa SK tersebut menjadi dasar pencarian bukti lain.
Ia menyebut penerbitan SK menteri dapat dilakukan melalui rancangan langsung dari menteri atau naskah yang telah disusun oleh tim, kemudian disodorkan untuk ditandatangani.
KPK kini mendalami pihak yang memberikan perintah terkait kebijakan tersebut dan kemungkinan adanya pengaruh dari pihak eksternal, termasuk asosiasi.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pembagian kuota haji ditetapkan 98 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun pada tahun 2024, ditemukan pembagian yang tidak sesuai, yakni 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.
Asep menegaskan pola pembagian tersebut bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan menyimpang dari tujuan awal permintaan tambahan kuota haji.
Tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah yang diberikan Arab Saudi sejatinya diminta Presiden Joko Widodo untuk memangkas waktu tunggu jemaah reguler yang mencapai 15 tahun.
Namun, kenyataannya kuota tambahan itu justru dialokasikan sama besar antara reguler dan khusus sehingga memunculkan dugaan korupsi.
Sebagai tindak lanjut penyidikan, KPK mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks staf khusus Menag Ishfah Abdul Aziz, serta pihak travel Fuad Hasan Masyhur bepergian ke luar negeri.
Pencegahan dilakukan untuk memastikan ketiganya tetap berada di Indonesia selama proses penyidikan berlangsung.
KPK sebelumnya telah mengumumkan peningkatan status perkara dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025 dini hari.
Meski begitu, KPK belum menyebutkan secara terbuka siapa saja pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Penyidikan dilakukan dengan dasar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

