
Repelita Jakarta - Sutradara sekaligus politikus senior Erros Djarot melontarkan kritik tajam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang menurutnya telah tersandera oleh kekuasaan ketua umum partai politik.
Pernyataan tersebut disampaikan Erros dalam perbincangan di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up yang dikutip pada Selasa, 23 September 2025.
Kita ini sebenarnya disandera oleh para ketua umum partai. Bahkan anggota DPR pun tidak bisa lepas dari kendali ketua partainya.
Erros menilai bahwa kekuasaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat saat ini hanya bersifat simbolis dan tidak memiliki kendali nyata dalam pengambilan keputusan penting negara.
Semua keputusan strategis, termasuk pencalonan pejabat publik dan penentuan posisi negara, tetap bergantung pada restu ketua umum partai.
Ia mencontohkan bahwa pengangkatan duta besar dan jabatan negara lainnya tidak melalui mekanisme legislatif yang murni.
Kalau mau jadi apa pun, semua lewat ketua umum partai. DPR hanya formalitas belaka.
Menurut Erros, kondisi tersebut mencerminkan ketidakjujuran politik yang telah berlangsung lama, di mana para politisi hanya menjadi perpanjangan tangan elite partai.
Saya pernah ada di dalam situasi itu. Jadi saya tahu persis, orang-orang yang terlihat berkuasa hanya menunggu instruksi dari ketua partai mereka.
Ia menambahkan bahwa praktik politik seperti ini menyebabkan kepentingan rakyat sering kali terpinggirkan demi kepentingan elite.
Kalau kepentingan segelintir orang berdampak pada rakyat, maka rakyatlah yang akhirnya menderita.
Lebih lanjut, Erros menyebut bahwa struktur kekuasaan di Indonesia tidak hanya dikendalikan oleh ketua partai, tetapi juga diperkuat oleh konglomerat yang menopang kekuatan oligarki.
Negara ini sebenarnya dipenjara oleh dua institusi: ketua umum partai dan para konglomerat. Saat keduanya bersekutu, kepentingan rakyat otomatis terabaikan.
Ia juga menyinggung momen jatuhnya rezim Orde Baru yang sempat membawa harapan besar akan lahirnya pemimpin yang berpihak pada rakyat.
Namun, kenyataan politik yang terjadi justru jauh dari harapan tersebut.
Ketika Soeharto jatuh, kita berharap hadir pemimpin yang memimpin rakyat dengan tulus. Sayangnya, kenyataan yang terjadi tidak seperti itu.
Melihat situasi tersebut, Erros mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam memahami dinamika politik dan tidak terjebak pada pencitraan semata.
Ia menekankan bahwa sistem politik Indonesia membutuhkan pembenahan mendasar agar kembali pada esensi demokrasi yang berpihak kepada rakyat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

