Repelita Jakarta – Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai konflik Palestina–Israel menuai beragam tanggapan dari publik, termasuk dari tokoh nasional Din Syamsuddin.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia itu menyebut pidato Prabowo sebagai teriakan di tengah samudera, keras namun langsung hilang ditelan ombak.
Sorotan Din tertuju pada poin pidato Prabowo yang menekankan solusi dua negara sebagai jalan damai antara Palestina dan Israel.
Ia menyebut gagasan tersebut merupakan pemikiran lama yang telah lama dianut oleh negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), termasuk Indonesia.
Pikiran yang sesungguhnya baik untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang tak kunjung selesai dan berdampak global.
Namun, menurut Din, dalam praktiknya syarat-syarat bagi terbentuknya dua negara tidak pernah dipenuhi oleh Israel.
Syarat tersebut antara lain pengunduran diri Israel dari wilayah Arab yang didudukinya sejak Perang 1967 seperti Sinai dan Dataran Tinggi Golan.
Selain itu, pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat terus berlangsung dan status Jerusalem dijadikan ibu kota secara sepihak oleh Israel dengan dukungan Amerika Serikat.
Pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat semakin menjadi-jadi.
Din juga menyinggung tindakan Israel yang disebutnya melakukan genosida terhadap Gaza dan penodaan terhadap Masjid Al-Aqsha.
Maka, Kesepakatan Solusi Dua Negara menjadi batal.
Ia menilai seruan Prabowo untuk merevitalisasi solusi dua negara nyaris seperti teriakan di tengah samudera.
Keras tapi hilang ditelan deburan ombak.
Menurut Din, solusi tersebut ideal namun harus didahului dengan penghentian genosida di Gaza dan penguasaan Israel atas wilayah Palestina.
Tanpa penyelesaian faktor-faktor fundamental itu, maka solusi dua negara menjadi hampa.
Din menyarankan agar Indonesia sebagai negara yang menjunjung perdamaian dan keadilan mendesak Israel mundur dari wilayah pendudukan Palestina.
Ia juga meminta agar bantuan kemanusiaan segera disalurkan kepada rakyat Gaza yang kelaparan.
Jika jalan damai tidak digubris oleh Israel, maka opsi militer melalui Peace Keeping Force atau War Preventing Force harus dipertimbangkan.
Beranikah Indonesia mempelopori opsi ini? Sangat tergantung pada nyali dan kekuatan hati Kepala Negaranya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan posisi Indonesia dalam isu Palestina–Israel saat berpidato di High-level International Conference on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of Two-State Solution di Markas Besar PBB, New York, Selasa, 23 September 2025 waktu setempat.
Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia akan mengakui Israel jika Israel terlebih dahulu mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina.
Kita harus menjamin status kenegaraan Palestina, tapi Indonesia juga menyatakan bahwa jika Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan langsung mengakui negara Israel, dan kita akan menjamin keamanan Israel.
Prabowo menekankan bahwa pengakuan kenegaraan Palestina merupakan satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah.
Tanpa pengakuan resmi, menurutnya, upaya perdamaian hanya akan menjadi janji kosong.
Ia juga mengingatkan pentingnya kredibilitas PBB dalam menyelesaikan persoalan Palestina.
Pengakuan harus berarti peluang nyata menuju perdamaian abadi. Ini harus menjadi perdamaian nyata untuk semua pihak, untuk semua pihak yang terlibat.
Prabowo turut memberikan apresiasi kepada sejumlah negara yang telah mengambil langkah mengakui Palestina.
Yang Mulia, kami memuji negara-negara terkemuka di dunia yang telah mengambil langkah berprinsip ini. Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara terkemuka lainnya di dunia telah mengambil langkah di sisi yang benar dari sejarah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

