
Repelita Jakarta - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menilai dugaan perubahan data pendidikan terakhir Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai masalah serius.
Ia menyebut bahwa perubahan data di situs resmi KPU, terutama yang menyangkut calon presiden atau wakil presiden, bukanlah hal sepele.
Menurut Jeirry, hal tersebut bahkan bisa dianggap sebagai skandal besar karena melibatkan nama pejabat negara yang sedang menjabat.
Informasi perubahan data itu pertama kali disampaikan oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal dalam sidang gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin pagi, 22 September 2025.
Subhan menggugat Gibran dan KPU karena menilai ada pelanggaran hukum dalam proses pendaftaran cawapres yang dilakukan sebelumnya.
Jeirry menegaskan, KPU tidak boleh diam atas tuduhan tersebut dan harus segera memberikan penjelasan resmi kepada publik.
Ia menyebut bahwa transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, berdasarkan gugatan Subhan Palal, KPU tak boleh diam dan cuek. Seharusnya KPU segera memberikan penjelasan resmi, bukan diam seribu bahasa, ujar Jeirry.
Anggota KPU RI, Idham Holik, menyatakan bahwa sedang diselidiki klaim yang disampaikan oleh Subhan.
Ia menjelaskan bahwa KPU tengah mendalami dugaan perubahan pada bagian 'Pendidikan Terakhir' di profil cawapres dalam situs info pemilu KPU.
Namun, Idham membantah bahwa KPU telah melakukan perubahan data riwayat pendidikan Gibran seperti yang dimaksudkan.
Ia menegaskan, data pendidikan Gibran masih sama seperti saat proses pendaftaran capres dan cawapres pada Oktober 2023 lalu.
“Tidak ada perubahan atau perubahan daftar riwayat pendidikan calon presiden dan calon wakil presiden Pilpres 2024 sejak tahapan pencalonan di akhir Oktober 2023 sampai hari ini,” kata Idham.
Sebelumnya, Subhan menyampaikan keberatannya dalam sidang karena mendapati perubahan informasi pendidikan Gibran di laman KPU.
Ia menyebut bahwa saat gugatan diajukan, data pendidikan terakhir Gibran hanya tertulis 'Pendidikan Terakhir', namun kemudian berubah menjadi 'S1'.
Keberatan tersebut tidak langsung ditanggapi oleh pihak KPU maupun kuasa hukum Gibran dalam konferensi.
Majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan proses ke tahap mediasi karena pemeriksaan legal standing telah selesai.
Subhan menyatakan bahwa perubahan informasi tersebut berdampak besar terhadap konstruksi gugatan yang telah ia susun.
Meski demikian, ia tidak berencana mengubah isi gugatan dan berharap persetujuannya dicatat oleh majelis hakim.
Ia juga menegaskan bahwa sejarah pendidikan SMA Gibran tetap sama, yaitu dilaksanakan di Singapura dan Australia.
Subhan mengaku baru menyadari perubahan data di laman KPU pada hari Jumat, 19 September 2025.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

