
Repelita Kuala Lumpur - Puluhan ribu warga Malaysia tumpah ruah di jantung Ibu Kota Kuala Lumpur pada Sabtu, 26 Juli 2025, untuk menuntut Perdana Menteri Anwar Ibrahim segera meletakkan jabatannya di tengah sorotan tajam atas janji-janji politik yang dinilai tak kunjung dipenuhi dan berbagai kontroversi yang membayangi pemerintahannya sejak awal menjabat.
Gelombang massa yang diperkirakan mencapai 20.000 orang ini didominasi warga Melayu yang datang dari berbagai daerah dengan titik kumpul utama di kawasan Lapangan Merdeka, sebuah ikon pusat kota yang meski diguyur hujan tetap dipadati lautan manusia yang membawa spanduk serta meneriakkan slogan desakan pengunduran diri Anwar.
Aksi tersebut diinisiasi oleh gabungan partai-partai oposisi dengan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) menjadi penggerak utama, menjadikannya demonstrasi jalanan terbesar yang secara terbuka menargetkan Anwar Ibrahim sejak dirinya resmi menduduki kursi perdana menteri pada 2022 sekaligus menjadi unjuk rasa skala nasional pertama di Malaysia sejak 2018.
Kepolisian Malaysia telah menyiapkan pengamanan dengan mengatur arus lalu lintas di sekitar Lapangan Merdeka agar aksi berjalan tertib dan menghindari bentrokan, sementara publik menyoroti kehadiran mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang di usia 100 tahun masih aktif mendampingi barisan penekan kebijakan pemerintahan Anwar.
Menanggapi tekanan politik di jalanan, Anwar Ibrahim justru terlihat santai dengan menyatakan dirinya tidak diundang dalam gelombang unjuk rasa itu dan meremehkan dampak politiknya, sambil menegaskan stabilitas pemerintah tetap kokoh karena mayoritas dukungan parlemen masih berada di tangan koalisinya.
Isu kenaikan biaya hidup, polemik pengangkatan hakim, tuduhan pelecehan seksual yang dibantahnya, serta deretan agenda reformasi yang disebut tak kunjung terealisasi menjadi pemantik kemarahan kelompok oposisi dan masyarakat sipil yang selama ini menuntut transparansi serta akuntabilitas pemerintahan.
Beberapa pekan sebelumnya, ratusan pengacara juga turun ke jalan menggelar aksi jalan kaki menuju pusat pemerintahan Putrajaya untuk menuntut independensi lembaga peradilan, meski tuntutan tersebut urung mendapat legitimasi setelah rapat umum luar biasa Malaysian Bar batal digelar karena tidak kuorum.
Di sisi lain, Anwar Ibrahim tetap optimistis mampu menahan gelombang penolakan di jalanan karena koalisi pemerintahannya yang multirasial masih memegang supermayoritas di parlemen, diisi oleh partai-partai dengan ideologi beragam yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perpecahan signifikan.
Beberapa organisasi masyarakat sipil yang dikenal vokal pun sejauh ini belum memberikan dukungan pada wacana pergantian pemerintahan di tengah masa jabatan, sehingga Anwar meyakini pemilu baru akan dilaksanakan sesuai jadwal paling lambat pada awal 2028 mendatang tanpa perlu interupsi politik prematur.
Dalam tujuh tahun terakhir, Malaysia dikenal kerap mengalami pergantian pucuk kepemimpinan secara mendadak, di mana belum ada satu pun perdana menteri yang sanggup menuntaskan masa jabatan lima tahunnya secara penuh sejak 2018, membuat posisi Anwar Ibrahim kini menjadi perdana menteri terlama sepanjang satu dekade terakhir.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

