
Repelita Jakarta - Wakil keluarga terdakwa dalam perkara dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry pada periode 2019 hingga 2022, Zaim Uchrowi, menegaskan keyakinannya bahwa sama sekali tidak ada tindak korupsi yang dilakukan pihaknya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima pada 23 Juli 2025, Zaim bersumpah bahwa seluruh proses akuisisi berlangsung bersih dan dilandasi niat untuk membesarkan ASDP demi pelayanan lebih luas ke masyarakat.
Menurut Zaim, sang istri yang juga mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, bersama dua direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, tidak pernah sekalipun melakukan korupsi demi keuntungan pribadi.
Ia mengungkapkan, jaksa tidak mendakwa ketiganya memperkaya diri, melainkan mendakwa memperkaya pihak lain yang justru mengorbankan karier dan nama baik para terdakwa.
Zaim mempertanyakan logika jika memang benar mereka sengaja mengorbankan martabat dan reputasi hanya untuk memberikan keuntungan bagi pihak lain.
Ia menegaskan bahwa akuisisi PT Jembatan Nusantara bertujuan memperluas layanan ASDP di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar, sekaligus memperbesar pangsa pasar perusahaan feri milik negara tersebut.
Zaim menjelaskan bahwa setelah akuisisi, pangsa pasar ASDP melonjak menjadi 33,5 persen dengan pertambahan jumlah armada kapal dari 73 unit menjadi 126 unit.
Ia menuturkan, pembelian PT Jembatan Nusantara dilakukan senilai Rp 1,272 triliun dari valuasi total Rp 1,341 triliun.
Zaim juga menekankan bahwa proses ini melibatkan pendampingan lembaga resmi seperti Kejaksaan Agung, BPKP, konsultan independen hingga Kantor Jasa Penilai Publik.
Baginya, angka kerugian negara senilai Rp 1,25 triliun yang dijadikan dasar dakwaan sangat tidak logis karena berbanding terbalik dengan capaian kinerja ASDP yang justru mencatatkan laba tertinggi sepanjang sejarah perusahaan.
Ia mengklaim pendapatan dari kapal-kapal yang diakuisisi mampu mencapai Rp 1,8 triliun dalam tiga tahun, bahkan nilai kapal dengan bobot total 99 ribu GRT ditaksir setara Rp 2,2 triliun.
Zaim menilai kejanggalan muncul karena audit Badan Pemeriksa Keuangan dan BPKP diabaikan, sedangkan angka kerugian muncul tiba-tiba dari auditor lain tanpa landasan yang ia anggap masuk akal.
Menurutnya, jika benar kerugian sebesar itu, maka nilai PT Jembatan Nusantara seolah hanya sekitar Rp 20 miliar, padahal perusahaan tersebut menghasilkan pendapatan ratusan miliar setiap tahunnya.
Zaim pun menekankan bahwa hingga kini tidak ditemukan bukti aliran dana korupsi oleh PPATK, begitu pula kerugian negara yang tidak pernah dinyatakan resmi oleh BPK maupun BPKP.
Ia berharap keadilan bisa tegak dan nurani penegak hukum tetap berpihak pada kebenaran demi mengakhiri penderitaan keluarga dan menjaga reputasi ASDP di mata publik. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

