Repelita Jakarta - Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) mengajukan somasi terbuka kepada Menteri BUMN agar segera mencabut penunjukan 30 wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris di perusahaan milik negara.
Somasi ini didasari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang dengan tegas melarang rangkap jabatan baik untuk menteri maupun wakil menteri.
Direktur LOHPU, Aco Hatta Kainang, menegaskan tidak ada celah penafsiran ulang atas putusan MK tersebut.
Ia menekankan bahwa bagian pertimbangan hukum dalam putusan MK bersifat mengikat dan harus dijalankan.
Pernyataan itu disampaikan Aco melalui siaran pers pada Jumat, 18 Juli 2025 di Jakarta.
LOHPU memberikan batas waktu dua kali 24 jam bagi Menteri BUMN untuk mematuhi putusan MK.
Jika perintah ini diabaikan, mereka berencana menempuh jalur hukum dengan menggugat ke pengadilan.
Aco menilai langkah ini bagian dari hak publik untuk menjaga supremasi konstitusi.
Putusan MK ini meskipun permohonan pokoknya ditolak, secara eksplisit memperjelas bahwa kedudukan menteri dan wakil menteri sama dalam larangan rangkap jabatan.
Prinsip tersebut juga sudah ditegaskan lewat Putusan MK Nomor 81/PUU-XXVI/2019.
Aco menyebut Menteri BUMN yang tetap membiarkan rangkap jabatan sama saja menabrak hukum dan melukai konstitusi.
LOHPU juga mendesak Komisi VI DPR agar segera mengaktifkan fungsi pengawasan terhadap tata kelola BUMN.
Menurut LOHPU, persoalan rangkap jabatan ini telah mencoreng etika penyelenggaraan jabatan publik.
LOHPU menegaskan Indonesia adalah negara hukum, bukan negara tafsir.
Setiap putusan pengadilan wajib dipatuhi tanpa syarat.
Mereka menilai somasi ini menandakan semakin kuatnya kontrol masyarakat sipil dalam menjaga etika kekuasaan, terutama di lingkup BUMN yang rawan konflik kepentingan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

