Repelita Jakarta - Polda Metro Jaya kini menggandeng tujuh ahli dari berbagai bidang dalam penyelidikan dugaan pemalsuan ijazah Joko Widodo, termasuk seorang ahli grafologi yang menarik perhatian publik.
Ilmu grafologi dinilai relevan dalam kasus ini karena mampu menelaah keaslian dokumen berdasarkan analisis tulisan tangan, termasuk tanda tangan.
Kepala Divisi Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary, menyatakan bahwa tujuh pendapat ahli masih ditunggu sebagai bagian dari pengumpulan fakta sebelum gelar perkara dilaksanakan.
“Ahli dari digital forensik, kemudian ahli Bahasa Indonesia, ahli hukum ITE, ahli sosial hukum, ahli psikologi massa, ahli grafologi, dan ahli hukum pidana. Jadi ada tujuh legal opinion yang belum diterima balik oleh penyelidik,” ujar Ade pada Kamis, 26 Juni 2025.
Ia menegaskan bahwa pelibatan berbagai keahlian ini bertujuan untuk menyusun gambaran utuh agar proses penyelidikan dapat menghasilkan kesimpulan yang obyektif dan terukur.
Ade menjelaskan, setelah seluruh fakta dikumpulkan, gelar perkara akan dilakukan untuk menentukan apakah ditemukan unsur pidana dalam kasus tersebut.
Laporan dugaan ijazah palsu Jokowi sebelumnya disampaikan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), meski pernah dihentikan oleh Bareskrim karena dianggap tidak ditemukan unsur tindak pidana.
Namun, kini Polda Metro Jaya telah menangani enam laporan yang semuanya berkaitan dengan hal serupa.
Dua laporan berasal dari pelapor langsung, sedangkan empat lainnya dilimpahkan dari Polres Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bekasi Kota, dan Depok.
Tujuan pelimpahan tersebut adalah agar proses penyelidikan lebih terkoordinasi karena inti kasus sama, yaitu dugaan penghasutan dan penyebaran berita bohong.
Grafologi menjadi salah satu metode yang digunakan untuk menelusuri keaslian dokumen dari aspek tulisan tangan.
Ilmu ini mempelajari pola tulisan, tanda tangan, tekanan pena, kemiringan huruf, hingga margin teks untuk menilai keaslian atau kemungkinan rekayasa.
Meski grafologi dianggap sebagai ilmu semu di beberapa kalangan, penggunaannya dalam analisis forensik di beberapa negara seperti Australia sudah cukup dikenal.
Ahli grafologi menilai bukan dari isi tulisan, melainkan dari cara tulisan itu dibuat.
Faktor-faktor seperti ukuran huruf, tekanan pena, dan bentuk huruf dapat mencerminkan kondisi psikologis dan kebiasaan penulis.
Dalam kasus ijazah, hal ini sangat berguna untuk menilai apakah tanda tangan yang tercantum benar-benar dibuat oleh pemilik asli atau hasil modifikasi.
Meski begitu, grafologi bukan satu-satunya acuan yang digunakan.
Polda Metro Jaya juga melibatkan ahli digital forensik, hukum pidana, serta lainnya untuk memastikan analisis yang menyeluruh.
Penyelidikan terhadap dugaan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut mantan Presiden RI.
Keterlibatan berbagai ahli mencerminkan upaya Polri untuk membangun proses hukum yang transparan dan berbasis keilmuan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.