Repelita Lombok - Autopsi lanjutan terhadap jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, mengungkap bahwa korban sempat bertahan hidup selama 32 jam setelah terjatuh pertama kali di jalur pendakian.
Informasi ini disampaikan oleh keluarga korban bersama tim forensik dalam konferensi pers di Brasil, Jumat sore, 11 Juli 2025.
Ahli forensik dari Kepolisian Sipil Brasil, Reginaldo Franklin, memaparkan bahwa estimasi waktu kematian diperoleh dari analisis larva pada kulit kepala Juliana.
Korban diduga meninggal sekitar pukul 12 siang waktu Indonesia pada Senin, 22 Juni 2025, setelah bertahan hidup selama lebih dari satu hari sejak jatuh pertama.
Juliana mengalami dua kali jatuh di jalur pendakian.
Pada kejadian pertama, Juliana tergelincir sejauh 61 meter dan menabrak dinding batu dan pasir curam hingga akhirnya berhenti sekitar 220 meter dari titik awal jatuh.
Hasil autopsi menunjukkan luka serius berupa patah tulang rusuk, tulang paha, serta retakan pada panggul yang menyebabkan pendarahan hebat.
Terdapat juga cedera pada tengkorak dengan perdarahan dalam kepala, luka pada dahi, serta luka pada tulang rusuk yang menembus pleura paru yang memicu pneumotoraks.
Kerusakan tersebut mengindikasikan benturan kuat pada permukaan kasar saat jatuh.
Dokumen autopsi menyatakan penyebab langsung kematian Juliana adalah pendarahan internal dari cedera organ dalam dan trauma berat akibat benturan.
Dalam waktu 10 hingga 15 menit setelah jatuh kedua, Juliana masih hidup namun dalam kondisi tidak berdaya dan tak mampu bergerak.
Autopsi kedua mengalami kendala karena jenazah sudah diawetkan dengan formalin selama perjalanan ke Brasil.
Meski organ tubuh terlihat pucat dan hampir tidak berdarah, proses pengawetan membantu mempertahankan luka eksternal dan struktur organ dalam.
Keluarga juga mengkritik lambannya proses evakuasi oleh pihak berwenang di Indonesia.
Juliana jatuh pada 20 Juni sekitar pukul 17.00 WITA, namun Basarnas baru dihubungi dua jam lebih kemudian dan tim SAR berangkat setelah empat jam selanjutnya.
Tim SAR hanya mampu turun 150 meter sementara posisi Juliana berada pada ketinggian 220 meter, sehingga evakuasi menjadi sangat sulit.
Foto terakhir Juliana yang masih hidup diambil pada 21 Juni pukul 06.59 WITA melalui drone.
Seorang turis juga sempat melihat korban pada pukul 07.51 sebelum kembali ke area perkemahan.
Pada saat itu, Juliana masih bisa berteriak meminta pertolongan.
Namun, petugas baru tiba di lokasi pukul 19.50 malam, dan korban sempat terjatuh lagi sejauh 62 meter sebelum ditemukan.
Keluarga menyesalkan lambatnya respons Basarnas dan berharap ada evaluasi atas penanganan kejadian ini.
“Kami menunggu momen laporan ini. Sekarang, kami akan lihat langkah selanjutnya,” ujar Mariana, kakak korban.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

