Repelita Jakarta - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, angkat bicara terkait penetapan tersangka terhadap Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melalui akun X pribadinya, Said Didu menyoroti pola komunikasi pemerintah setiap kali muncul isu yang berkaitan dengan apa yang ia sebut sebagai dinasti Solo.
"Apakah kebetulan? Setiap ada masalah yang mengarah ke dinasti Solo, rezim langsung buat pernyataan minta rakyat menghormati Jokowi," tulisnya pada Selasa, 1 Juli 2025.
Said menyebut bahwa dua isu besar yang belakangan menjadi sorotan adalah penetapan tersangka pada Kadis PUPR Sumut dan mencuatnya isu pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, setiap kali dua isu ini mengemuka, muncul pula narasi dari pemerintah maupun para pendukungnya agar rakyat tetap menunjukkan penghormatan kepada Presiden Joko Widodo.
Ia mempertanyakan motif di balik narasi tersebut dan menilai bahwa hal itu dapat menjadi bentuk pembelokan makna penghormatan kepada kepala negara.
"Penghormatan bukan berarti membentengi dari kasus hukum, moral, dan etika," ujarnya.
Said menilai bahwa rakyat harus tetap diberikan ruang untuk mengkritik dan mempertanyakan hal-hal yang menyangkut pejabat publik, termasuk presiden dan keluarganya, apalagi jika menyangkut persoalan etika dan hukum.
Dalam cuitan lainnya, Said Didu juga menyatakan keprihatinannya atas pola yang sama setiap kali ada pejabat yang memiliki keterkaitan dengan lingkaran kekuasaan menghadapi persoalan hukum.
"Jika setiap kritik atau pengusutan selalu dijawab dengan 'hormati presiden', ini bukan demokrasi," sindirnya.
Menurutnya, demokrasi yang sehat membutuhkan transparansi, penegakan hukum yang adil, dan tidak adanya pengultusan terhadap pejabat negara, apalagi jika digunakan sebagai tameng atas dugaan pelanggaran.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.