
Repelita Padang - Insiden pembubaran kegiatan ibadah di Gereja Kristen Setia Indonesia yang berlokasi di Padang Sarai, Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu 27 Juli memicu keprihatinan berbagai pihak setelah massa dilaporkan tidak hanya membubarkan ibadah tetapi juga merusak bangunan gereja.
Polda Sumatera Barat telah bertindak cepat dengan menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam insiden tersebut agar proses hukum dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Sumatera Utara, KH Muhammad Nuh MSP, menyampaikan pandangannya mengenai peristiwa ini melalui pernyataan tertulis yang diterima redaksi pada Senin 28 Juli.
Menurut Nuh, informasi terkait pembubaran ibadah ini ia peroleh dari media sosial dan berbagai pemberitaan yang berkembang di masyarakat.
Nuh menekankan bahwa Kota Padang merupakan daerah dengan penduduk mayoritas Muslim, dan masyarakat Minangkabau menjunjung tinggi falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, yang berarti adat istiadat harus berjalan seiring dengan ajaran Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Hadits.
Ia juga menegaskan bahwa ajaran Islam memuat prinsip toleransi sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 256 dan surah Al-Mumtahanah ayat 8 yang mengajarkan keadilan serta perlakuan baik terhadap siapa pun tanpa memandang perbedaan keyakinan selama tidak ada permusuhan atau gangguan.
Dari sisi konstitusi, Nuh mengingatkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menegaskan hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama, sehingga perilaku intoleransi tidak mendapat pembenaran di mana pun di seluruh wilayah Indonesia.
Senator yang juga menjabat Ketua Persis Sumut ini mengimbau agar peristiwa intoleransi seperti di Padang maupun di daerah lain selalu disikapi secara arif, berimbang, dan utuh tanpa menyudutkan satu pihak atau kelompok tertentu agar tidak memicu ketegangan yang lebih luas.
Menurut Nuh, komunikasi yang baik, terbuka, dan penuh semangat kebersamaan di antara warga lintas agama, budaya, dan etnis harus terus dirawat, termasuk oleh pendatang baru yang diharapkan aktif membangun hubungan dengan lingkungan sekitar demi mencegah salah paham atau gesekan sosial.
Ia juga mengajak para tokoh agama, tokoh adat, budayawan, hingga aktivis sosial untuk berperan meredam potensi konflik melalui dialog dan pendekatan yang proporsional agar setiap persoalan dapat diselesaikan dengan damai.
Nuh mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang telah memetakan pelaku yang perlu diproses secara hukum, serta pemerintah daerah yang mengupayakan pertemuan dengan berbagai pihak untuk merumuskan jalan keluar terbaik bagi semua.
Ia menutup seruannya dengan mengajak seluruh pihak bersama-sama menjaga keutuhan bangsa dan merawat keberagaman agar Indonesia tetap menjadi rumah bagi semua warga tanpa memandang perbedaan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

