Repelita Jakarta - Mantan Menteri Agama Republik Indonesia, Suryadharma Ali, meninggal dunia pada Kamis pagi, 31 Juli 2025, di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 04.25 WIB.
Kabar wafatnya tokoh politik senior ini dibenarkan oleh Juru Bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Usman Tokan.
"Iya benar," ujar Usman saat dikonfirmasi.
Jenazah Suryadharma akan disemayamkan di rumah duka di Jalan Cipinang Cempedak I No.30, Jatinegara, Jakarta Timur.
Setelah itu, jenazah akan dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul 'Ulum, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
Suryadharma Ali lahir di Jakarta pada 19 September 1956.
Ia meraih gelar sarjana dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1984.
Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat berkarier di sektor ritel, tepatnya di PT Hero Supermarket pada periode 1985 hingga 1999.
Ia menjabat sebagai Deputi Direktur dan aktif dalam berbagai organisasi perdagangan ritel nasional.
Karier politiknya dimulai bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ia kemudian menjabat sebagai Ketua Umum partai berlambang Ka'bah itu selama dua periode, dari tahun 2007 hingga 2014.
Di bawah kepemimpinannya, PPP memainkan peran penting dalam dinamika politik nasional dan kebijakan pemerintahan koalisi.
Suryadharma pertama kali masuk dalam kabinet pada periode 2004–2009 sebagai Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia kemudian dipercaya menjadi Menteri Agama Republik Indonesia untuk periode 2009–2014.
Namun, rekam jejak politiknya tercoreng setelah namanya terseret dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji.
Pada tahun 2014, ia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait penempatan petugas haji, keberangkatan jemaah, serta penggunaan dana operasional menteri.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada tahun 2016 menjatuhkan vonis enam tahun penjara terhadap Suryadharma Ali.
Meski sempat mengajukan banding hingga Peninjauan Kembali (PK), seluruh upaya hukumnya tidak berhasil membatalkan hukuman.
Ia menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, hingga akhirnya dibebaskan lebih cepat melalui program asimilasi.
Kepergiannya menutup babak panjang perjalanan hidup seorang tokoh politik yang pernah berada di puncak kekuasaan namun juga harus menghadapi ujian hukum yang berat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

