Repelita Jakarta - Ketua Indonesia Memanggil (IM57+), Lakso Anindito, menyampaikan kritik keras terhadap putusan ringan yang dijatuhkan kepada Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam perkara suap Komisioner KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Hasto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Lakso menilai putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan karena hakim tidak menyatakan Hasto terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam upaya penangkapan buronan Harun Masiku.
Sebagai mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Lakso menegaskan bahwa peran Hasto dalam menghalangi penegakan hukum semestinya bisa dibuktikan karena fakta-fakta persidangan telah memaparkan perbuatan yang menjurus pada perintangan.
Ia mempertanyakan dasar pertimbangan majelis hakim yang melepas Hasto dari dakwaan tersebut, padahal KPK sempat kesulitan memburu Harun Masiku lantaran adanya upaya merintangi penyidikan.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Hasto hanya terbukti menyuap Wahyu Setiawan dengan menyediakan uang senilai Rp 400 juta dari total komitmen suap Rp 1,25 miliar agar Harun Masiku bisa menduduki kursi DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang telah meninggal dunia.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yang sebelumnya meminta hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, majelis hakim juga membebaskan Hasto dari dakwaan memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan gawai yang diyakini berkaitan dengan kasus tersebut.
Hingga kini, baik pihak Hasto Kristiyanto maupun Jaksa Penuntut Umum KPK belum memutuskan langkah lanjutan terkait putusan ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

