Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Hashim Djojohadikusumo Tegaskan Tak Ada Kaitan dengan Kasus Riza Chalid

Hashim Djojohadikusumo Bantah Terlibat Kasus Riza Chalid, Tegaskan Nama  Digunakan Tanpa Izin - Trigger Netmedia

Repelita Jakarta - Juru Bicara Hashim Djojohadikusumo, Ariseno Ridhwan, menanggapi isu keterkaitan nama Hashim dengan kasus korupsi minyak yang melibatkan M Riza Chalid.

Ia mengungkapkan ada sejumlah pihak yang menghubungi Riza Chalid tanpa izin atau sepengetahuan Hashim, bahkan memakai nama Hashim tanpa persetujuan.

Ariseno menuturkan bahwa Riza Chalid sempat meminta bantuan Hashim terkait persoalan hukum yang dihadapinya.

Hashim hanya mendengarkan penjelasan Riza namun tidak pernah memberi janji ataupun komitmen untuk terlibat.

Hashim juga menegaskan orang-orang yang menemui Riza Chalid bukan utusan dirinya.

Segala pernyataan atau tindakan mereka tidak mewakili sikap resmi Hashim.

Ia menambahkan Hashim tidak memiliki kepentingan komersial apa pun dalam perkara tersebut.

Sejak awal 1990-an, Hashim telah berkiprah di industri minyak dan energi melalui berbagai proyek internasional di Kazakhstan, Azerbaijan, Amerika Serikat, hingga Brunei Darussalam.

Keuntungan dari bisnis tersebut pun dibawa kembali ke Indonesia sebagai bentuk kontribusi pada pembangunan nasional.

Nama Hashim sempat diklaim oleh salah seorang yang berupaya melobi Riza Chalid agar mau berbagi jatah tata kelola minyak.

Orang tersebut disebut mendatangi Riza di sebuah hotel di Kuala Lumpur sejak akhir 2024.

Dalam kasus korupsi impor minyak ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka.

Enam di antaranya adalah petinggi Subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC.

Sementara tiga tersangka lainnya yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, serta GRJ sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Perkara ini bermula pada periode 2018 hingga 2023, saat pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri diwajibkan mendahulukan pasokan domestik.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, Pertamina seharusnya memprioritaskan pasokan dari kontraktor dalam negeri sebelum melakukan impor.

Namun Kejagung menemukan ada praktik penurunan produksi kilang secara sengaja sehingga pasokan kilang dalam negeri tidak terserap maksimal.

Minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga ditolak dengan dalih tidak sesuai nilai ekonomis maupun mutu, meskipun harga dan kualitas sebenarnya memenuhi syarat.

Akibat penolakan tersebut, minyak mentah KKKS diekspor ke luar negeri.

Kebutuhan minyak mentah di dalam negeri kemudian dipenuhi dengan impor.

Dalam proses impor inilah diduga terjadi persekongkolan harga dan pengaturan pemenang broker agar keuntungan ilegal bisa diperoleh.

Dalam pengadaan produk kilang, PT PPN diduga membeli bensin RON 90 namun dicatat seolah-olah membeli RON 92, lalu di-blending agar tampak sesuai spesifikasi.

Selain itu, ada dugaan mark up biaya pengiriman sehingga BUMN harus membayar fee 13-15 persen yang memperkaya Muhammad Kerry Andrianto Riza.

Praktik korupsi ini berdampak pada kenaikan harga bahan bakar yang dijual ke publik.

Pemerintah akhirnya harus mengucurkan subsidi lebih besar melalui APBN.

Kejagung memperkirakan nilai kerugian negara akibat perkara ini mencapai Rp 193,7 triliun.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved