Repelita Jakarta - Pakar hukum Abdul Fickar menilai penyelidikan dugaan korupsi kuota haji yang tengah ditangani KPK bisa mengarah pada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Ia menyebut kebijakan pengalihan kuota haji dari jalur reguler ke jalur khusus bukan keputusan semata dari Dirjen Penyelenggaraan Haji, tetapi merupakan kewenangan tingkat menteri.
"Dirjen atau direktur itu tidak akan bisa menolak ketika diperintahkan oleh menteri. Maka ini adalah kebijakan kementerian yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum," ujar Fickar di Jakarta.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan tersebut menyebabkan kerugian bagi masyarakat serta negara karena menjadi sumber keuntungan pihak tertentu.
"Yang bertanggung jawab adalah pengambil keputusan. Kalau saat itu menterinya Yaqut, maka dia harus dimintai pertanggungjawaban," katanya.
Fickar menjelaskan bahwa keuntungan dari kuota haji reguler masuk ke kas negara, sedangkan kuota khusus berpeluang besar menguntungkan pihak swasta.
Ia menambahkan, yang kini perlu ditelusuri KPK adalah siapa saja yang diuntungkan dari kebijakan itu.
"Kalau pakai istilah lagu Bengawan Solo, air mengalir sampai jauh. Setoran jemaah haji khusus itu masuk ke mana saja? Ke negara atau ke kantong-kantong oknum? Bisa saja ke menteri, dirjen, direktur, atau pihak lainnya," ucap Fickar.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan membuka kemungkinan memanggil Gus Yaqut terkait dugaan korupsi kuota haji.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari para saksi sebelum memanggil Yaqut.
"Kita tunggu prosesnya. Penyelidik sedang mendalami keterangan saksi-saksi," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/6/2025).
Budi menyebut kemungkinan pemanggilan Yaqut cukup besar, terutama untuk menggali fakta-fakta terkait pengelolaan kuota haji di masa kepemimpinannya pada tahun 2024.
"KPK akan memanggil siapa pun yang punya informasi soal perkara ini," katanya.
Kasus ini bermula dari laporan lima kelompok masyarakat kepada KPK terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 saat Yaqut menjabat Menag.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengatakan laporan tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Kelima kelompok itu antara lain Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa STMIK Jayakarta, AMALAN Rakyat, dan Jaringan Perempuan Indonesia (JPI).
Laporan mereka masuk ke KPK pada awal Agustus 2024.
Koordinator AMALAN Rakyat, Raffi, menilai pengalihan kuota haji tanpa persetujuan DPR telah merugikan jemaah yang mengantre bertahun-tahun.
Raffi merujuk Rapat Panja BPIH bersama Menag Yaqut pada 27 November 2023, yang menyepakati kuota haji nasional 2024 sebesar 241.000 jemaah, terdiri dari 221.720 jemaah reguler (92%) dan 19.280 jemaah khusus (8%).
Namun, dalam RDP Komisi VIII DPR dengan Dirjen Haji pada 20 Mei 2024, diketahui kuota itu berubah menjadi 213.320 jemaah reguler (88,5%) dan 27.680 jemaah khusus (11,5%).
Artinya, terjadi pengalihan 8.400 kuota reguler ke jalur khusus secara sepihak oleh Kemenag tanpa persetujuan DPR.
Raffi menegaskan kebijakan tersebut melanggar UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur batas maksimal kuota haji khusus hanya 8 persen dari total nasional.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan dugaan praktik korupsi ini tidak hanya terjadi pada 2024, tapi juga pada tahun-tahun sebelumnya.
Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan pada pelaksanaan haji tahun ini.
Salah satunya adalah pembagian tambahan kuota haji dari Arab Saudi sebanyak 20.000, yang oleh Kemenag dibagi rata: 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

