Repelita Jakarta - Ahli forensik digital Rismon Sianipar mengusulkan agar ijazah sarjana Presiden ke-7 Joko Widodo diuji secara ilmiah di tiga laboratorium berbeda.
Ia meminta pemeriksaan dilakukan di Bareskrim Polri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Rismon menyebut langkah itu diperlukan guna memastikan keaslian jenis tinta dan usia kertas pada dokumen tersebut.
Menurutnya, uji materi lebih objektif dibandingkan sekadar membangun narasi pembelaan.
“Kalau memang ingin membuktikan secara materi dengan bukan lewat narasi-narasi, ayo kita uji lembar pengesahan skripsi maupun ijazah asli Jokowi di tiga tempat,” kata Rismon.
Ia menambahkan bahwa laboratorium BRIN di Serpong dan unit Puspom TNI dari tiga matra bisa menjawab pertanyaan publik soal usia dokumen.
“Jenis dan usia tinta itu dengan gampang bisa dianalisa supaya tidak ada lagi narasi-narasi ingin pansos,” ujarnya.
Rismon juga menyinggung hasil uji Bareskrim sebelumnya yang menyatakan ijazah identik, namun tidak menjawab apakah usianya sesuai klaim dibuat tahun 1985.
Menurutnya, ijazah Jokowi tampak terlalu modern untuk ukuran dokumen yang diklaim berusia 40 tahun.
Di sisi lain, Roy Suryo mengaku kecewa atas tindakan Bareskrim yang disebut menyita bundel surat kabar Kedaulatan Rakyat (KR) edisi tahun 1980.
Roy menyebut bahwa koran edisi Juni, Juli, dan Agustus 1980 mendadak hilang dari perpustakaan daerah DIY.
“Yang jahat, tim tidak menemukan edisi koran bulan Juni, Juli, Agustus khusus,” ujar Roy dalam konferensi pers.
Ia mengaku mendengar langsung pernyataan staf perpustakaan bahwa koran tersebut diambil oleh Bareskrim.
Roy mempertanyakan tindakan itu karena menurutnya koran bukanlah barang bukti kejahatan.
“Kalau memang itu barang bukti kejahatan boleh diambil. Itu kan bukan barang bukti kejahatan,” katanya.
Roy menduga ada upaya menyembunyikan informasi yang dapat meragukan narasi resmi soal latar belakang akademik Jokowi.
Ia juga menyindir kejanggalan penulisan kata dalam koran yang digunakan Bareskrim saat jumpa pers.
Roy menegaskan bahwa bukti semestinya bisa diakses rakyat dan tak disita sembarangan.
“Itu hak rakyat kok dibawa oleh petugas. Ini jahat sekali, jahat sekali,” tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok