Repelita Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan periode 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong, menolak hasil audit yang disusun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam perkara dugaan korupsi impor gula.
Pernyataan penolakan itu ia sampaikan secara terbuka di hadapan majelis hakim.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Selasa 24 Juni 2025, Tom menyatakan bahwa audit tersebut tidak bisa dijadikan dasar.
Ia menilai dokumen audit yang dipakai sebagai bukti justru bermasalah.
Tom menyebut bahwa dirinya telah menyampaikan penolakan secara resmi melalui jalur hukum.
“Yang kami tolak secara resmi adalah audit BPKP yang digunakan dalam perkara ini,” ujar Tom di hadapan hakim.
Menurutnya, banyak kekeliruan mendasar dalam proses audit yang dilakukan lembaga negara tersebut.
Salah satu hal yang ia soroti adalah kesalahan dalam menyebut aturan harga.
“BPKP menyebut harga maksimum padahal yang dimaksud seharusnya harga minimum,” katanya.
Tom menilai kekeliruan semacam itu tidak bisa dianggap sepele karena berdampak langsung pada kesimpulan audit.
Ia juga mengkritisi metode perhitungan kerugian negara yang digunakan auditor BPKP.
Tom mengungkap bahwa menurut audit, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia membeli gula dengan harga terlalu tinggi.
Padahal menurut dia, harga pembelian tersebut jauh di bawah nilai lelang dalam negeri.
Ia menilai adanya ketidaksesuaian antara asumsi auditor dengan kenyataan di pasar.
Selain itu, ia menyebut banyak kesalahan teknis dalam penyusunan audit tersebut.
Kesalahan itu antara lain menyangkut cara memasukkan data, penggunaan rumus perhitungan, hingga proses analisis akhir.
“Yang cukup mengejutkan bagi saya adalah betapa semrawut audit itu disusun,” kata Tom dengan nada kecewa.
Ia menganggap audit tersebut tidak layak menjadi bukti dalam proses hukum.
Sebelumnya, pihak BPKP telah menyampaikan temuannya dalam sidang yang sama.
Auditor BPKP Chusnul Khotimah menyebut bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp578 miliar lebih.
Ia menyebut lembaganya memakai dua pendekatan dalam menghitung kerugian itu.
Pertama, dengan mengukur nilai kelebihan harga dalam transaksi pembelian gula oleh PT PPI dari pabrik swasta.
Kedua, dengan membandingkan nilai bea masuk dan pajak impor dari gula mentah dengan gula putih.
BPKP menyatakan bahwa gula yang diimpor seharusnya berupa gula kristal putih, bukan gula mentah.
Perbedaan jenis barang itu dinilai menimbulkan kerugian karena tarif masuk dan pajaknya berbeda.
Jaksa dalam perkara ini menuduh Tom Lembong menyalahgunakan kewenangan saat menjabat.
Ia diduga memberikan izin impor tanpa koordinasi resmi dengan lembaga lain.
Akibat kebijakan tersebut, negara dianggap merugi dalam jumlah besar.
Tom dijerat dengan dakwaan berdasarkan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Ia dianggap telah memperkaya diri atau pihak lain secara melawan hukum.
Sidang terhadap perkara ini masih akan berlanjut di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Pihak Tom Lembong menegaskan akan membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Tim kuasa hukumnya juga tengah menyiapkan bukti tandingan terhadap audit BPKP.
Proses hukum ini menjadi sorotan publik karena menyangkut kerugian negara dan prosedur pengadaan bahan pokok.
Majelis hakim dijadwalkan memeriksa kembali saksi dan dokumen tambahan dalam sidang lanjutan pekan depan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok