Repelita Surabaya - Nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ikut dikaitkan dalam perkara dugaan korupsi dana hibah kepada kelompok masyarakat (pokmas) dalam APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019 hingga 2022.
Isu ini mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, pada Kamis, 19 Juni 2025.
Kusnadi mengungkap bahwa kepala daerah Jawa Timur mengetahui proses dana hibah tersebut secara langsung.
“Ya pasti tahu, orang dia yang mengeluarkan (dana hibah) masa dia enggak tahu,” ucap Kusnadi kepada awak media usai diperiksa KPK.
Keesokan harinya, KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Khofifah sebagai saksi pada Jumat, 20 Juni 2025.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan korupsi pengurusan dana hibah pokmas dari APBD Jawa Timur,” ujar Juru Bicara KPK, Budi, dalam keterangannya.
Namun, Khofifah tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut dengan alasan ada kegiatan lain.
Pihak KPK telah menerima surat permohonan penjadwalan ulang dari Khofifah sejak Rabu, 18 Juni 2025.
Saat ini, Khofifah menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur periode kedua.
Ia menjabat sejak 2019 hingga 2024 dan kembali terpilih dalam pilkada tahun 2024.
Pelantikannya sebagai gubernur dilakukan Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025 di Istana Kepresidenan.
Saat tampil dalam program Mata Najwa pada September 2024, Khofifah sempat menanggapi isu dana hibah yang kini menyeret namanya.
Dalam talk show tersebut, ia menyebut sistem dana hibah memiliki pengawasan ketat, termasuk dokumen-dokumen yang harus ditandatangani penerima.
“Hibah itu di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota ada. Semua dana APBD yang keluar itu atas SK Gubernur. Semua APBD cair itu kalau ada SK Gubernur. Penerima dana hibah harus menandatangani setidaknya tiga surat: Naskah Perjanjian Hibah Daerah, Surat Tanggung Jawab Mutlak, dan Fakta Integritas,” ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa data hibah harus diinput ke Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang terintegrasi dengan Kemenkeu dan KPK.
Menurut Kusnadi, proses pencairan dana hibah pokmas tahun 2021–2022 tetap harus diketahui kepala daerah.
“Jadi, ya kalau dana hibah itu pelaksananya sebenarnya juga semuanya kepala daerah,” kata Kusnadi.
Ia tak banyak bicara ketika ditanya kemungkinan Khofifah akan ikut diperiksa.
“Itu (pemanggilan) kewenangan penegak hukum,” ujarnya singkat.
KPK memeriksa Kusnadi dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Selain Kusnadi, penyidik turut memanggil beberapa pejabat seperti Sekretaris DPRD Jatim Moh Ali Kuncoro, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sigit Panoentoen, dan Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Bagus Djulig Wijono.
KPK sebelumnya telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam pengembangan kasus korupsi dana hibah tersebut.
Empat orang ditetapkan sebagai penerima suap, sedangkan 17 lainnya sebagai pemberi suap.
Dari empat tersangka penerima suap, tiga di antaranya merupakan pejabat negara, dan satu orang lainnya adalah staf pejabat.
Sedangkan dari 17 pemberi suap, sebanyak 15 orang adalah pihak swasta dan dua orang lainnya pejabat negara.
Berdasarkan informasi internal KPK, 12 dari 21 tersangka sudah mendapatkan surat perintah penyidikan.
Nama-nama yang sudah masuk daftar tersangka dengan sprindik antara lain Kusnadi (Ketua DPRD Jatim), Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD), Ahmad Heriyadi (Swasta), Mahhud (Anggota DPRD), Achmad Yahya M (Guru), RA Wahid Ruslan (Swasta), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD), Jodi Pradana Putra (Swasta), Hasanuddin (Swasta), Ahmad Jailani (Swasta), Mashudi (Swasta), dan Bagus Wahyudyono (Staf Sekwan). (*)
Editor: 91224 R-ID Elok