Repelita Jakarta - Sorotan publik kembali tertuju pada kondisi fisik mantan Presiden Joko Widodo setelah kemunculannya di Solo menuai perhatian masyarakat.
Penampilan Jokowi yang tampak tidak segar dan lemas memicu berbagai spekulasi soal kesehatannya.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa keluhan fisik Jokowi bukan sekadar alergi biasa, melainkan mengarah pada gangguan psikosomatik.
Rocky menjelaskan bahwa gangguan psikosomatik dipicu oleh tekanan mental yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan penanganan medis fisik.
Menurutnya, tanda-tanda seperti wajah pucat, kantung mata yang sembab, dan gerak tubuh lesu dapat menjadi manifestasi dari tekanan psikologis yang berat.
Rocky menyebut tekanan itu bisa berasal dari ketegangan internal maupun eksternal, termasuk beban yang kini dipikul oleh keluarga Jokowi.
Ia menyoroti bahwa keterikatan Jokowi terhadap sorotan media juga dapat menjadi sumber tekanan yang tak disadari.
“Ketagihan kamera bisa menjadi candu. Jika terus mengejar pencitraan, itu bisa menguras energi mental,” ujarnya.
Rocky mengaitkan kondisi ini dengan sikap Jokowi yang masih aktif tampil di publik meski telah lengser dari jabatan presiden.
Kekhawatiran publik meningkat setelah Jokowi muncul di kediamannya di Solo menerima ucapan ulang tahun dari warga.
Warga melihat Jokowi tampak lemah, wajahnya pucat dan terdapat flek hitam yang mencolok di bagian mukanya.
Langkahnya saat berjalan pun terlihat tidak stabil dan kurang meyakinkan.
Beberapa analis kesehatan menilai gejala tersebut tak lazim bila hanya disebabkan alergi ringan seperti yang pernah disampaikan.
Mereka menduga kondisi Jokowi merupakan dampak dari stres yang berkepanjangan dan belum mendapat penanganan serius.
Situasi ini juga semakin kompleks karena Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, turut menjadi sasaran tekanan publik.
Rocky menilai tekanan terhadap Gibran sangat mungkin ikut membebani mental Jokowi sebagai kepala keluarga.
Dari sisi psikologis, kondisi ini bisa menimbulkan reaksi fisik yang dikenal sebagai gangguan psikosomatik.
Riset menyebut bahwa tokoh publik yang tak lagi memegang jabatan strategis sering menghadapi tekanan tersendiri.
Perubahan peran sosial, hilangnya pusat perhatian, hingga kritik bertubi-tubi bisa menciptakan guncangan mental dalam jangka panjang.
Rocky menegaskan pentingnya memahami tekanan semacam ini agar masyarakat tidak mudah menyimpulkan kondisi kesehatan tokoh hanya dari penampilan luar.
Menurutnya, masyarakat perlu lebih bijak dalam menanggapi kondisi fisik para mantan pejabat yang mungkin sedang berjuang secara psikologis.
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari pihak Jokowi terkait dugaan psikosomatik tersebut.
Penampilan Jokowi di masa pasca-jabatannya kini terus menjadi sorotan seiring kondisi kesehatan yang terus dipertanyakan publik. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok