Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi membuka penyelidikan baru terkait kuota tambahan haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia pada tahun 2024.
Sebanyak 20.000 kuota tambahan itu kini menjadi titik awal dugaan praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pihak dan institusi.
KPK telah memanggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan perkara tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa proses ini dilakukan untuk menggali informasi dan membangun konstruksi dugaan tindak pidana.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka dalam perkara yang mulai mengundang perhatian luas masyarakat.
Dugaan ini tidak hadir secara tiba-tiba.
Sejak September 2024, KPK sebenarnya telah menyampaikan kesiapan untuk mendalami indikasi gratifikasi dalam pembagian kuota haji khusus.
Momentum penyelidikan itu menguat kembali setelah Panitia Khusus Angket Haji DPR RI mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses distribusi kuota.
Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota 20.000 jemaah tambahan yang disebut dilakukan secara proporsional: 10.000 untuk haji reguler, 10.000 untuk haji khusus.
Namun, anggota Pansus DPR RI menyebut tidak ada permintaan resmi dari Pemerintah Arab Saudi terkait skema 50:50 tersebut.
Jika benar, maka keputusan itu dinilai bukan sebagai kebijakan administratif, melainkan tindakan sepihak yang mengandung muatan kepentingan tertentu.
Kuat dugaan bahwa sistem distribusi tersebut memberi keuntungan kepada pihak-pihak tertentu, termasuk biro perjalanan haji swasta.
Salah satu tuduhan yang berkembang adalah adanya praktik pemberangkatan jemaah haji khusus tanpa harus menunggu antrean resmi.
Beberapa jemaah dikabarkan langsung diberangkatkan meskipun belum memenuhi jadwal sesuai antrean nasional.
Jika terbukti, tindakan ini tidak hanya menyangkut dugaan gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang, tetapi juga melukai rasa keadilan umat Islam di Indonesia.
KPK menyatakan akan memanggil semua pihak yang dinilai mengetahui detail alur kuota dan distribusinya.
Meski belum menyebut nama secara langsung, sinyal KPK mengarah pada kemungkinan diperiksanya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Di sisi lain, DPR RI telah menyerahkan hasil temuan Pansus Angket Haji sebagai rujukan hukum kepada KPK.
Mereka menyebut bahwa banyak catatan yang menunjukkan inkonsistensi dan potensi penyimpangan dalam distribusi kuota tambahan tersebut.
Bagi masyarakat, kasus ini menyentuh aspek paling dalam dari ibadah: keikhlasan dan kepercayaan pada sistem negara dalam mengelola perjalanan spiritual.
Jika benar ada permainan di balik kuota, maka bukan hanya hukum yang harus bicara, tetapi juga nurani bangsa.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok