Repelita Jakarta - Pemerintahan Prabowo kini berada dalam dilema besar, terutama dengan masih kuatnya pengaruh Jokowi dan kroninya. Wakil Presiden Prabowo Subianto, bersama dengan 14 menteri yang merupakan mantan bagian dari kabinet Jokowi, sedang berjuang untuk menghadapi tantangan ini. Di sisi lain, Syaifullah Yusuf yang baru dilantik hanya dua bulan lalu sebagai bagian dari pemerintahan baru, belum terlibat dalam perpecahan besar yang terjadi.
Andi Syamsul Bahri, SH, Ahli Hukum dan Pengacara, berpendapat bahwa Prabowo kini dihadapkan pada tantangan besar terkait dengan Pilpres 2024. "Salah satu cara yang dapat ditempuh Prabowo untuk meraih kemenangan adalah dengan meniru apa yang dilakukan Jokowi pada 2019, yaitu memanfaatkan seluruh institusi negara, terutama kepolisian. Kita tahu, Jokowi menang dengan peran signifikan dari kepolisian yang berperan dalam kemenangan 55,5% pada Pilpres 2019. Ini adalah fakta," kata Andi.
Menjelang Pilpres 2024, pada bulan Juni 2023, tim hukum Gerindra sudah mulai melakukan upaya-upaya hukum, termasuk mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batasan usia untuk calon presiden. Namun, langkah ini tidak membuahkan hasil, bahkan koalisi dengan PKB mulai retak. Di sisi lain, keberuntungan berpihak kepada Jokowi, ketika gugatan dari Mahasiswa Almas Tsaqibbirru, anak dari Boyamin Saiman, yang menggugat ke MK, menghasilkan putusan kontroversial yang meloloskan Gibran, putra Jokowi, sebagai calon presiden.
Dalam pemerintahan Prabowo, sejumlah proyek mercusuar Jokowi, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), kini tidak lagi menjadi prioritas. Hal ini membuat Jokowi merasa cemas, karena IKN adalah proyek jangka panjang yang menjadi 'legacy' atau warisan pemerintahan Jokowi. Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun IKN sangat besar, diperkirakan mencapai Rp 466 triliun, sementara anggaran yang telah diambil dari APBN untuk IKN sejak 2022 hingga 2024 hanya mencapai Rp 73 triliun.
Andi Syamsul Bahri, SH, menambahkan, "Dengan anggaran yang sangat terbatas, bisa dibayangkan betapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan IKN. Dalam empat tahun, anggaran yang disiapkan hanya Rp 73 triliun, yang berarti proyek ini baru bisa terealisasi dalam waktu sekitar 24 tahun jika menggunakan perhitungan yang sama."
Jokowi, yang melihat bahwa IKN tidak lagi menjadi prioritas dalam pemerintahan Prabowo, merasa khawatir. Ia mulai melakukan gerakan bawah tanah dengan memanfaatkan para menteri yang masih loyal kepada dirinya. Tujuannya adalah memastikan suksesi politik melalui pencitraan Gibran, yang meski mendukung kebijakan Prabowo, tetap menjaga pencitraan Jokowi.
Gerakan bawah tanah ini mulai terdeteksi oleh pensiunan jenderal TNI, yang bergerak untuk memotong pengaruh Jokowi dan kroninya. Salah satu bukti kongkritnya adalah pergantian perwira tinggi TNI yang dilakukan tanpa sepengetahuan Presiden Prabowo, yang diduga kuat terkait dengan gerakan Solo. Pergantian tersebut kemudian dianulir, seperti halnya kasus Pangkogabwilhan 1, Letjen Kunto Arif Wibowo, yang kabarnya mendapat perintah dari Solo.
Andi Syamsul Bahri, SH, juga menjelaskan bahwa pertarungan politik ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga 2029, dengan memuncaknya isu pemakzulan Gibran. Menurutnya, proses pemakzulan ini akan melibatkan DPR, MK, dan MPR, karena menurut Undang-Undang Dasar 1945, jika ada pelanggaran berat terhadap konstitusi atau tindakan kriminal yang dilakukan oleh Wapres, maka hal tersebut harus diuji oleh MK dan kemudian diputuskan oleh MPR.
"Prabowo sebagai Presiden harus mengambil sikap tegas dalam memimpin kabinetnya. Jika ada anggota kabinet yang masih loyal kepada Jokowi, mereka harus mundur atau diganti. Sebagai Presiden, Prabowo memiliki hak penuh untuk memimpin dan harus memastikan bahwa seluruh anggota kabinetnya taat kepada kebijakan yang diambilnya, termasuk Gibran yang harus taat kepada Presiden Prabowo, bukan sebaliknya," tegas Andi Syamsul Bahri.
Pada akhirnya, untuk memastikan kelancaran pemerintahan dan menghindari adanya 'matahari kembar', Prabowo harus berani mengambil langkah tegas dan tidak membiarkan siapapun, termasuk Gibran, menjalankan kebijakan di luar kontrol Presiden.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok