Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mahfud MD Ungkap Tak Ada Pemakzulan Presiden di Indonesia yang Benar-Benar Sesuai Konstitusi

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD bicara tentang Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Presiden ke 7 RI Joko Widodo di program Gaspol! yang tayang di YouTube Kompas.com, Rabu (9/5/2025) malam.

Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara Mahfud MD menegaskan bahwa tidak ada satu pun proses pemakzulan presiden di Indonesia yang benar-benar mengikuti jalur konstitusional secara penuh.

Menurut Mahfud, semua pemakzulan yang pernah terjadi di Tanah Air sarat dengan manuver politik yang melangkahi prosedur hukum.

Ia mencontohkan pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2001 yang dinilai tidak berdasarkan pelanggaran hukum yang sah.

Gus Dur ketika itu dituduh menyalahgunakan dana Bulog dan Yayasan Dana Kesejahteraan Sosial.

Namun tuduhan tersebut tidak pernah terbukti secara hukum.

Mahfud menekankan bahwa pencopotan Gus Dur justru terjadi karena konflik politik yang memuncak, terutama setelah ia mengeluarkan dekrit pembubaran DPR dan menyatakan keadaan darurat.

Langkah itu menimbulkan perlawanan dari DPR dan akhirnya berujung pada Sidang Istimewa MPR yang mencopotnya.

Mahfud menilai bahwa sidang tersebut tidak sah karena tidak dihadiri semua fraksi MPR, yang merupakan syarat formal dalam tata tertib.

Namun karena mayoritas kekuatan politik saat itu sepakat untuk melengserkan Gus Dur, proses tetap berjalan.

Mahfud menambahkan bahwa kejadian itu menunjukkan bahwa konsolidasi politik bisa mengesampingkan aspek legal-formal.

Ia juga mengangkat kasus Presiden Soekarno yang secara de facto kehilangan kekuasaan setelah Supersemar diterbitkan pada 1966.

Supersemar dianggap sebagai dokumen yang memberi legitimasi kepada Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan.

Padahal secara hukum, tidak ada ketentuan konstitusional yang menyatakan bahwa presiden dapat menyerahkan kekuasaan melalui surat perintah semacam itu.

Namun tekanan politik dan desakan publik membuat Soekarno kehilangan kendali atas pemerintahan.

Dalam pandangan Mahfud, hal ini menegaskan bahwa pemakzulan di Indonesia lebih ditentukan oleh kekuatan politik daripada pembuktian hukum.

Belakangan ini, isu pemakzulan kembali mencuat menyusul deklarasi yang dilakukan oleh Forum Purnawirawan TNI-Polri.

Mereka menyuarakan penolakan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah, termasuk proyek IKN dan maraknya tenaga kerja asing.

Dalam poin deklarasinya, mereka bahkan mendesak MPR untuk mempertimbangkan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Mahfud melihat bahwa desakan ini secara hukum sulit diterapkan karena MPR hanya bisa memakzulkan presiden dan wakil presiden berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Namun jika kekuatan politik kembali bersatu dan membentuk mayoritas, bukan tidak mungkin pemakzulan dilakukan seperti yang sudah pernah terjadi.

Mahfud mengingatkan bahwa sejarah mencatat bagaimana kehendak politik kerap menjadi penentu utama jatuh bangunnya pemimpin nasional.

Ia menekankan pentingnya pemahaman publik mengenai batas antara legalitas hukum dan realitas politik.

Menurutnya, agar proses demokrasi berjalan sehat, pemakzulan harus berdasarkan konstitusi dan bukan hanya tekanan kelompok tertentu.

Mahfud mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga integritas hukum sebagai dasar utama dalam pengambilan keputusan kenegaraan.

Ia juga berharap agar setiap proses politik tetap berada dalam koridor demokrasi yang benar dan konstitusional.

Mahfud menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa hukum tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan kekuasaan sesaat.

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved