Repelita Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa kendala waktu menjadi alasan utama mereka tidak dapat memverifikasi ijazah calon peserta Pemilu secara menyeluruh.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR di Senayan, Jakarta.
Afifuddin menjelaskan bahwa proses untuk memverifikasi keaslian ijazah melibatkan prosedur hukum melalui pengadilan yang membutuhkan waktu cukup lama.
Dengan keterbatasan waktu dalam tahapan seleksi Pemilu, verifikasi tersebut sulit dilakukan.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengusulkan agar dibentuk sistem ad hoc yang dapat bekerja di tingkat daerah.
Sistem ini, menurut Dede, akan memberi fleksibilitas bagi KPU untuk lebih fokus pada verifikasi dokumen peserta Pemilu.
Namun, usulan tersebut mendapat tanggapan berbeda.
Ahli hukum Pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menekankan pentingnya transparansi dalam proses verifikasi.
Meski tantangan waktu ada, Titi menilai bahwa KPU tetap harus menjaga integritas dan kredibilitas proses Pemilu.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menolak usulan untuk menjadikan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga ad hoc.
Menurutnya, perubahan status lembaga tersebut memerlukan perubahan konstitusi yang sah.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pembahasan mengenai status KPU dan Bawaslu sebagai lembaga ad hoc belum dijadwalkan.
Fokus Komisi II DPR saat ini lebih kepada pembahasan revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) daripada Undang-Undang Pemilu.
Topik mengenai verifikasi ijazah peserta Pemilu dan status kelembagaan KPU serta Bawaslu masih menjadi isu yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari semua pihak terkait.
Editor: 91224 R-ID Elok