Repelita Bengkulu Selatan - Keputusan Bawaslu Bengkulu Selatan yang memutuskan untuk menghentikan kasus dugaan rekayasa penangkapan Calon Wakil Bupati Bengkulu Selatan, Ii Sumirat, mendapat kritikan tajam.
Keputusan tersebut dinilai sulit diterima oleh akal sehat karena tidak terbukti sebagai pelanggaran pemilu.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, hal ini menunjukkan lemahnya peran Bawaslu di daerah.
Dedi menilai Bawaslu terkesan tidak serius dalam mengusut kasus ini dengan alasan normatif yang tidak kuat.
Padahal, peristiwa penghadangan terhadap Cawabup Ii Sumirat pada malam pemungutan suara ulang (PSU) jelas merupakan tindak pidana pemilu.
Meskipun Bawaslu bukan lembaga penegak hukum, Dedi berpendapat bahwa rekomendasi Bawaslu bisa digunakan oleh pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan.
Ia juga menekankan bahwa Bawaslu, sebagai lembaga pengawas pemilu, seharusnya lebih tegas dalam menangani kasus ini.
“Jika tidak ditindak, ini akan menciptakan preseden buruk, yang bisa menjadi contoh bagi pihak lain untuk melemahkan lawan politiknya,” tambah Dedi.
Pada 18 April 2025, Cawabup Ii Sumirat mengalami intimidasi dan persekusi oleh sekelompok orang yang menghadang mobilnya.
Penghadangan tersebut terjadi beberapa kali di lokasi yang berbeda, bahkan berlangsung hingga pagi hari.
Narasi yang beredar di media sosial, seperti Facebook dan WhatsApp, menyebutkan bahwa Ii Sumirat ditangkap oleh polisi atas kasus korupsi, yang semakin mempersulit situasi.
Kubu Suryatati-Ii Sumirat merasa dirugikan dengan peristiwa tersebut dan menyalahkan operasi penangkapan ilegal sebagai penyebab kekalahan mereka dalam PSU Pilkada.
Mereka mengklaim bahwa banyak simpatisan yang tidak datang ke TPS atau mengalihkan dukungan mereka ke pasangan calon lain.
Editor: 91224 R-ID Elok