Repelita Jakarta - Kemunculan tulisan "Lorem Ipsum" di Totem Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) kembali memantik kontroversi di tengah masyarakat. Teks tanpa makna yang lazim digunakan dalam desain sebagai contoh tata letak itu mendadak muncul dalam proyek prestisius nasional, menimbulkan tanya besar publik.
Tulisan yang disebut sebagai “bahasa alien” itu tercetak jelas pada bagian utama totem di kawasan Kilometer Nol IKN. Kalimat lengkapnya berbunyi, “Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.”
Dalam dunia desain grafis dan percetakan, kalimat tersebut dikenal sebagai placeholder atau teks dummy yang digunakan untuk melihat bentuk tata letak sebelum konten asli dimasukkan. Penggunaannya dalam proyek sebesar IKN membuat banyak pihak mempertanyakan keseriusan dan kualitas pengerjaan infrastruktur simbol negara tersebut.
Pemerhati Telematika dan Multimedia, Dr. KRMT Roy Suryo, menilai kejadian ini mencerminkan ketidaksiapan dan kelalaian serius dalam perencanaan serta eksekusi proyek IKN. Menurutnya, jika pembangunan tersebut masih dalam tahap konsep, maka tidak seharusnya elemen visual seperti totem sudah dicetak dan dipasang secara permanen.
Roy Suryo juga menyoroti masalah lain yang kembali mengemuka, yakni kontroversi "404-JkW-Not Found" yang merujuk pada polemik ijazah Presiden Joko Widodo. Istilah tersebut kembali trending seiring viralnya kemunculan simbol-simbol yang dinilai tidak sesuai di kawasan IKN.
Ia menyatakan bahwa penggunaan simbol seperti Garuda raksasa karya Nyoman Nuarta, yang dinilai lebih mirip kelelawar gelap ketimbang lambang resmi negara, juga menjadi bagian dari masalah besar dalam pembangunan IKN.
Diketahui, desain awal IKN sempat mengusung konsep "Nagara Rimba Nusa", namun kemudian ditinggalkan tanpa kejelasan. Kini, masyarakat dihadapkan pada ikon yang membingungkan dan tidak representatif.
Dengan anggaran awal mencapai Rp486 triliun dan 19% di antaranya berasal dari APBN, pembengkakan biaya hingga 20% semakin menambah sorotan negatif terhadap proyek ini.
Roy Suryo mengingatkan bahwa ketika RUU IKN disahkan oleh DPR, hanya 77 dari 575 anggota yang hadir secara fisik di ruang sidang. Hal ini memperlihatkan lemahnya legitimasi politik dari proyek sebesar ini.
Netizen juga menyuarakan kegeraman mereka di media sosial. Salah satu akun menulis, “Kalau masih dummy, kenapa sudah dicetak? Uang rakyat bukan untuk coba-coba!”
Akun lain menyindir, “Simbol negara diganti kelelawar, totemnya pakai bahasa alien, ini IKN atau panggung sarkasme nasional?”
Menurut Roy, semua ini bukan kebetulan. Ia menyebut fenomena ini sebagai "Sunatullah" atau hukum alam, bahwa ketika sesuatu dipaksakan tanpa perencanaan matang, hasilnya akan menunjukkan kegagalan sistemik.
Ia menegaskan bahwa sudah waktunya masyarakat mempertanyakan dan menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini.
"Sudah saatnya #AdiliJokowi karena IKN adalah proyek besar yang digagasnya dan kini penuh keganjilan. Sekaligus juga #AdiliFufufafa seperti disampaikan dalam Pernyataan Sikap Purnawirawan TNI kemarin,” ujarnya tegas.
Fenomena “Lorem Ipsum” dan 404-JkW-Not Found bukan hanya lelucon internet atau kebetulan teknis. Keduanya merepresentasikan ketidakterbukaan informasi, hilangnya akuntabilitas, serta kegagalan komunikasi dalam proyek strategis nasional yang seharusnya menginspirasi, bukan malah membingungkan dan memalukan bangsa di mata publik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok