Repelita Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi' Alielha (Savic Ali) mengkritik keras wacana prajurit aktif TNI bisa berdinas di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA). Hal itu tertuang dalam Revisi Undang-Undang (RUU) TNI Nomor 34 Tahun 2004.
"Saya kira itu tidak masuk akal bahwa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung butuh kompetensi hukum yang sangat tinggi dan TNI tidak dididik untuk ke sana," kata Savic dalam keterangannya di laman resmi NU.
Savic menganggap masuknya TNI ke MA dan Kejaksaan Agung memberikan implikasi negatif terhadap terlaksananya pemerintahan yang baik.
Lain halnya, lanjut Savic, personel TNI aktif jika masuk ke Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih bisa diterima.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Pimpinan Komisi I dan perwakilan delapan fraksi menggelar konferensi pers untuk menjelaskan dinamika terbaru mengenai Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dasco menegaskan hanya ada tiga pasal yang masuk dalam revisi UU Tentara Nasional Indonesia. Pertama, yaitu Pasal 3 terkait Kedudukan TNI.
Dalam revisi UU TNI Pasal 3 ayat 1, dijelaskan bahwa dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.
Kemudian, dalam Pasal 3 ayat 2, kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan. Dasco menegaskan pasal-pasal tersebut dibuat untuk menjaga sinergi yang lebih baik dalam administrasi antara TNI dan instansi pemerintah lainnya.
Kedua, Pasal 53 mengatur Usia Pensiun TNI. Dasco menyatakan ada kenaikan batas pensiun antara 55 tahun sampai dengan 62 tahun.
Ketiga, Pasal 47 mengatur bahwa prajurit dapat menduduki jabatan pada pemerintahan atau lembaga.
Dalam Pasal 47 ayat 1, disebutkan prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada 15 kementerian/lembaga, yaitu (1) Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; (2) Dewan Pertahanan Nasional; (3) Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden; (4) Intelijen Negara; (5) Siber dan/ atau Sandi Negara; (6) Lembaga Ketahanan Nasional; (7) Search and Rescue (SAR) Nasional; (8) Narkotika Nasional; (9) Pengelola Perbatasan; (10) Kelautan dan Perikanan; (11) Penanggulangan Bencana; (12) Penanggulangan Terorisme; (13) Keamanan Laut; (14) Kejaksaan RI; (15) Mahkamah Agung.
Selain itu, di Pasal 47 ayat 2, disebutkan bahwa prajurit yang menduduki jabatan sipil di luar 15 kementerian/lembaga tersebut, dapat dilakukan setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif keprajuritan.
Sebagai contoh, jabatan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer yang selama ini dijabat oleh prajurit TNI, dimasukkan dalam revisi UU TNI.
“Sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan sehingga kita masukkan ke dalam Revisi Undang-Undang TNI seperti Kejaksaan Agung. Karena ada di situ Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer yang dijabat oleh TNI di sini kita masukkan,” jelas Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok