Repelita Jakarta - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga, Prof Nur Basuki Minarno, menjelaskan bahwa ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan keterlibatan terdakwa dalam sebuah kasus hukum. Salah satu unsur utama adalah meeting of minds dan kerja sama fisik dalam melakukan suatu perbuatan.
Dalam kasus suap, unsur meeting of minds berarti adanya kesepakatan atau dorongan untuk memberikan uang atau suap.
"Kalau yang memutus kebetulan berpendapat sama dengan anggota lain, yang tidak menerima suap itu dianggap sebagai pihak yang menerima, itu berangkatnya karena sesuai fakta hukum yang ada," ujar Prof Basuki saat menjadi saksi ahli dalam sidang terdakwa Heru Hanindyo di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Ia juga menyoroti dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara hakim dalam sebuah putusan. Menurutnya, tidak adanya dissenting opinion tidak bisa dijadikan dasar bahwa seseorang turut serta dalam menerima suap.
"Tidak ada dissenting opinion terhadap orang yang tidak menerima suap itu dianggap turut serta melakukan perbuatan suap? Tidak bisa seperti itu," lanjutnya.
Prof Basuki menekankan bahwa putusan hakim dapat dianggap terpengaruh sesuatu jika tidak didasarkan pada fakta yang terungkap di persidangan.
"Artinya, jika fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak dijadikan dasar dalam putusan, itu bisa karena adanya pengaruh suap," tegasnya.
Dalam kasus ini, tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya didakwa menerima suap sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam vonis bebas Ronald Tannur. Mereka juga disebut menerima gratifikasi dalam berbagai mata uang, termasuk Rupiah, Dolar Singapura, Ringgit Malaysia, Yen Jepang, Euro, dan Riyal Saudi.
Terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) serta Pasal 12 B jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok