
Repelita Jakarta - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja mengajukan banding atas vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan dalam sidang kode etik oleh Divisi Propam Polri. Sidang tersebut digelar di Gedung TNCC Polri pada Senin.
AKBP Fajar memanfaatkan haknya untuk menyatakan banding, menandakan bahwa ia merasa tidak bersalah atas tindakan yang dituduhkan kepadanya. Setelah menyatakan banding, ia diberikan waktu untuk menyiapkan memori banding yang kemudian akan diserahkan kepada Divisi Propam Polri guna dilengkapi secara administratif.
Sekretariat Divisi Propam Polri akan membentuk komisi banding dan melaksanakan sidang tanpa kehadiran AKBP Fajar. Sebelumnya, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak di bawah umur serta dinyatakan melanggar etik terkait perzinaan dan penggunaan narkoba.
Dalam sidang kode etik, Fajar terbukti melakukan empat pelanggaran utama, yaitu pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, perzinaan tanpa ikatan sah, konsumsi narkoba, serta produksi video kekerasan seksual. Majelis KEPP akhirnya memutuskan untuk memecatnya secara tidak hormat dari kepolisian.
Komisi Kepolisian Nasional Indonesia (Kompolnas) mendorong agar AKBP Fajar dihukum berat, bahkan seumur hidup, jika terbukti memiliki lebih dari satu korban. Komisioner Kompolnas Choirul Anam menyebutkan bahwa Pasal 81 Ayat (1) KUHP mengancam pelaku pemerkosaan anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Jika korban lebih dari satu atau mengalami kerusakan fisik, hukuman seumur hidup dapat dijatuhkan.
Dalam sidang etik tersebut, istri AKBP Fajar yang berinisial ADP turut hadir sebagai saksi. Selain itu, dua saksi lainnya, yakni seorang ahli psikologi dan ahli laboratorium, juga memberikan kesaksian. Lima saksi tambahan hadir melalui pertemuan virtual karena kendala geografis.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengonfirmasi kehadiran istri AKBP Fajar dalam sidang tersebut. "Ya, istri dari pelanggar ini hadir sebagai saksi, inisialnya ADP," ujar Trunoyudo.
Selain itu, saksi yang mengikuti sidang secara daring termasuk ahli kesehatan jiwa berinisial HM, AKP FDK, serta tiga saksi lainnya, SHDR, ABA, dan RM. Trunoyudo menjelaskan bahwa kehadiran mereka secara virtual disebabkan oleh situasi dan kondisi geografis yang tidak memungkinkan mereka hadir secara langsung.
Dengan keputusan PTDH yang dijatuhkan, AKBP Fajar tidak hanya kehilangan statusnya sebagai anggota Polri, tetapi juga menghadapi ancaman hukuman pidana yang berat dalam kasus yang menjeratnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok