Repelita Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan acara retret kepala daerah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dinilai tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Pakar Hukum Tata Negara yang tergabung dalam koalisi tersebut, Feri Amsari, menjelaskan bahwa tidak ada aturan dalam Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang retret kepala daerah.
“Kami menduga bentuk pembinaan dan pendidikan kepala daerah ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang pemerintahan daerah, karena tidak ada nuansa semi-militernya. Itu kecurigaan awal kami,” ujar Feri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Melalui penelusuran yang dilakukan, koalisi sipil menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan retret tersebut. Salah satu yang disorot adalah penunjukan PT Lembah Tidar sebagai event organizer, yang dinilai memiliki korelasi dengan kekuasaan.
“Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan. Selain itu, proses pengadaan barang dan jasa untuk pelatihan ini tidak mengikuti standar yang seharusnya, yaitu dilakukan secara terbuka,” kata Feri.
Sementara itu, Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Annisa Azahra mengungkapkan bahwa para kepala daerah yang mengikuti retret juga diwajibkan membayar biaya keikutsertaan. Dugaan yang muncul, biaya tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Di situ kami menemukan ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan,” ujar Annisa. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok