Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

[BREAKING NEWS] Kasus Korupsi Minyak Mentah, Kejagung Ungkap Diduga Keterlibatan Riza Chalid dan Anak Tersangka

Riza Chalid dan Keluarga Tidak Berhak Peroleh Imunitas - Oposisi Cerdas

Repelita Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) membahas sosok pengusaha Riza Chalid yang kini menjadi bagian dari kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kediaman Riza Chalid telah digeledah oleh Kejagung, dan sejumlah bukti berupa dokumen serta uang ratusan juta rupiah telah disita. Anak Riza, Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, sementara Riza sendiri masih berstatus sebagai saksi.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa kemungkinan untuk menjerat tersangka baru dalam kasus ini masih terbuka. Termasuk terhadap Riza Chalid, apabila terdapat bukti hukum dan permulaan yang cukup.

"Dalam berbagai kesempatan kami sudah sampaikan bahwa siapa pun yang terindikasi memiliki faktor hukum dan memiliki bukti permulaan yang cukup bahwa ada keterlibatan pihak-pihak terkait lainnya, tentu semua bisa berpotensi untuk dijadikan tersangka," kata Harli pada Rabu (5/3).

"Jadi menentukan seseorang apakah dapat dikatakan tersangka atau tidak, termasuk yang bersangkutan (Riza Chalid), itu sangat tergantung dengan fakta-fakta hukum yang didapat dalam penyidikan ini. Nanti kita lihat bagaimana perkembangan selanjutnya," tambahnya.

Dalam kasus ini, terdapat 9 tersangka yang telah dijerat, di antaranya 6 petinggi di Subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC. Tiga tersangka lainnya adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Kasus ini bermula pada 2018-2023, di mana pemerintah mewajibkan Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak mentah dalam negeri sebelum melakukan impor, sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018. Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga pasokan dalam negeri tidak terserap maksimal. Akibatnya, impor minyak mentah pun dilakukan.

Pada saat itu, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, meski harga yang ditawarkan sudah sesuai dengan Harga Patokan Sewa (HPS). Penolakan ini dilakukan meskipun kualitas minyak yang ditawarkan dapat diolah. Akhirnya, minyak mentah dari KKKS tidak terserap dan malah diekspor ke luar negeri.

Untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan. Diduga, terdapat pemufakatan jahat dalam proses impor ini, di mana harga telah disepakati untuk keuntungan pribadi dan melawan hukum. Pemenang broker juga telah diatur.

Di sisi lain, PT PPN membeli RON 92, padahal yang dibeli sebenarnya adalah RON 90, yang kemudian di-blending menjadi RON 92. Selain itu, dalam proses impor minyak mentah, terdapat mark-up kontrak pengiriman, yang menyebabkan BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen, yang menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.

Perbuatan para tersangka ini menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dijual ke masyarakat, sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi yang bersumber dari APBN.

Dari hasil perhitungan sementara, kerugian negara akibat kasus korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved