Repelita, Jakarta - Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan di atas laut Makassar mencakup 46 titik koordinat dan luas 23 hektare. Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan beragam modus yang digunakan para mafia tanah untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Menurut Doli, masalah pertanahan sudah menjadi salah satu perhatian utama pemerintah pusat. Ia mengungkapkan, sengketa tanah saat ini bukan hanya terjadi di daratan, tetapi juga sudah meluas ke klaim atas laut. Bahkan, sejumlah pihak telah berhasil menerbitkan sertifikat tanah yang berada di atas laut.
"Saya sering bercanda selama manusia ini masih tinggal menginjakkan kakinya di bumi, pasti masalah pertanahan itu tidak akan hilang," kata Doli saat berada di Makassar beberapa hari lalu.
Doli mengungkapkan, semakin banyak modus baru yang muncul dalam persoalan tanah. "Fenomena yang marak saat ini bukan lagi soal sengketa tanah di atas tanah, namun pensertifikatan tanah di atas laut," tambahnya.
Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah harus turun tangan untuk menuntaskan masalah ini, karena dampaknya semakin berkembang dan meluas di masyarakat. Doli mengatakan pihaknya telah meminta Menteri ATR/BPN untuk melanjutkan audit investigatif guna mengungkap persoalan mendasar terkait penerbitan sertifikat di atas laut.
"Alhamdulillah Menteri ATR/BPN juga sudah dengan cepat dan sigap melakukan langkah-langkah termasuk mengevaluasi SHGB dan SHM yang ada di laut itu untuk dievaluasi," ujarnya.
Menurut Doli, penting untuk mengaudit secara menyeluruh aktivitas penerbitan sertifikat tanah yang diduga melanggar aturan. "Kalau tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan itu kemudian akan dicabut. Tapi saya bilang itu langkah tepat tapi belum cukup," tambahnya.
Doli juga mengungkapkan bahwa Kementerian ATR/BPN telah membatalkan 50 sertifikat tanah di atas laut sejak isu ini mencuat. Selain itu, enam pejabat ATR/BPN juga telah diberi sanksi.
Keterlibatan enam pejabat tersebut, menurut Doli, perlu ditelusuri lebih jauh, tidak hanya di pusat tetapi juga di ATR/BPN daerah. "Maka ini harus diberikan sanksi yang tegas tidak hanya pemberhentian. Kedua kenapa mereka berani (terbitkan), mungkin ada yang back up. Back-up nya siapa, mungkin di kementerian juga, nah ini yang kita minta audit investigatif," ulas Doli.
Doli juga mengingatkan agar Kementerian ATR/BPN berkoordinasi dengan instansi lain untuk menyelesaikan persoalan ini dengan tuntas. "Tentu kan dalam penerbitan sertifikat itu ada instansi lain kan. Ini yang kami dorong kemarin supaya ada koordinasi agar tidak berulang lagi penerbitan SHGB," tutupnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok