Repelita, Tangerang - Sudah 18 hari sejak perdebatan antara Nusron dan Arsin bin Sanip, Kepala Desa Kohod, terkait kontroversi pagar laut di Tangerang. Namun, sejak 24 Januari hingga 10 Februari 2025, Arsin seolah menghilang tanpa jejak.
Sejumlah media yang mencoba mencari keberadaannya di rumah pribadinya di Kalibaru, Kohod, Pakuhaji, maupun di kantor desa, tidak berhasil menemukannya. Bahkan, ia juga tidak memenuhi panggilan Bareskrim Polri serta mengabaikan permintaan klarifikasi dari Kejaksaan Agung terkait dugaan kasus korupsi dan pemalsuan dokumen di balik pembangunan pagar laut ini.
Kasus pagar laut Tangerang kini menjadi sorotan utama setelah Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri mulai melakukan penyelidikan intensif. Kejaksaan Agung fokus pada dugaan korupsi penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut. Bareskrim Polri mengusut dugaan pemalsuan dokumen dalam proses penerbitan SHGB dan SHM tersebut. Saat ini, kasus yang ditangani Bareskrim Polri sudah naik ke tahap penyidikan, sementara Kejaksaan Agung masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
Arsin bin Sanip, yang menjabat sebagai Kepala Desa Kohod, Tangerang, telah dipanggil oleh Bareskrim Polri untuk diklarifikasi terkait dugaan pemalsuan surat izin di lahan pagar laut. Namun, ia belum memenuhi panggilan tersebut.
“Jadi, kepala desa, kami sudah memanggil untuk klarifikasi, tetapi belum hadir,” ujar Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Pada tahap penyelidikan, panggilan ini bersifat undangan sehingga Arsin masih bisa memilih untuk tidak hadir. Namun, setelah kasus ini masuk ke tahap penyidikan, ia wajib memenuhi panggilan penyidik dan berisiko menghadapi konsekuensi hukum jika tetap mangkir.
"Dalam proses penyidikan tentu ada konsekuensi. Pemanggilan itu wajib untuk dihadiri dan diambil keterangannya,” tegas Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Jumat (7/2/2025).
Penyidik Bareskrim Polri berencana memanggil kembali 25 saksi terkait dugaan pemalsuan SHGB dan SHM pagar laut di Tangerang.
“Kita tunggu hasilnya. Saat ini ada dugaan tindak pidana pemalsuan surat hak guna bangunan (SHGB), dan kami akan kembali memanggil 25 saksi,” lanjut Trunoyudo.
Meski kasus pagar laut sudah masuk ke tahap penyidikan, hingga kini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Penyidikan dimulai sejak 10 Januari 2025, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan dan Surat Perintah Penugasan dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Dalam gelar perkara yang dilakukan pada 4 Februari 2025, ditemukan dugaan tindak pidana berupa pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta otentik.
“Dari hasil gelar perkara, ditemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen, sehingga kami siap melaksanakan penyidikan lebih lanjut,” jelas Brigjen Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Pengusutan kasus pagar laut Tangerang semakin mengarah ke indikasi adanya penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat tanah. Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri terus menelusuri jejak korupsi dan pemalsuan dokumen yang berpotensi merugikan negara.
Dengan naiknya kasus ini ke tahap penyidikan, publik menantikan langkah tegas aparat penegak hukum dalam membongkar skandal yang telah menjadi perhatian nasional ini. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok