Repelita Jakarta - Mantan Kabareskrim Polri Komjen (purn) Susno Duadji mendesak agar Kades Kohod Arsin dan tiga orang lainnya segera ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan sertifikat pagar laut di Tangerang.
Hingga kemarin, polisi baru mengajukan pencekalan terhadap keempat tersangka, yakni Kades Kohod Arsin, Sekdes Kohod Ujang Karta, serta dua penerima kuasa SP dan CE, ke Ditjen Imigrasi. Polisi belum menahan tersangka karena baru selesai gelar perkara.
"Baru saja penetapan tersangka. Tadi kita sampaikan akan segera melengkapi administrasi penyidikan, kemudian setelah melengkapi, kita akan memanggil para tersangka, itu by process," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa (18/2/2025).
"Kami sudah melaksanakan koordinasi dengan imigrasi untuk segera melaksanakan pencekalan kepada para tersangka," tuturnya.
Menanggapi hal ini, Susno Duadji dengan tegas meminta agar Kades Kohod Cs segera ditahan.
"Kita minta ditahan, dan harus ditahan," tegas Susno dikutip dari tayangan Metro TV pada Selasa (19/2/2025).
Susno mengapresiasi langkah Bareskrim yang menurutnya telah berada di jalur yang benar dalam mengusut perkara ini. Menurutnya, teknik penyidikan yang dilakukan adalah strategi yang cermat, seperti makan bubur yang dimulai dari pinggir.
"Saya acungi jempol. Karena kasus ini bukan sembarang pemalsuan, bukan hanya level kades, sekdes, dan dua penerima kuasa. Itu awal. Itu trigernya," kata Susno.
Menurutnya, kasus ini lebih besar daripada sekadar pemalsuan di tingkat desa. Susno menilai ada tiga pihak yang harus dijerat: pihak yang menerbitkan sertifikat, pihak yang menyetujui proses tersebut, serta otak di balik terbitnya sertifikat untuk tujuan tertentu.
"Ini baru sampai siapa yang memproses. Selanjutnya harus naik ke tingkat ATR/BPN, pemda, pemberi keputusan yang lebih besar, serta siapa yang memesan pagar laut tersebut."
Susno menegaskan bahwa kasus ini tidak sulit untuk dibuktikan, namun butuh kehati-hatian agar penyidik tidak menjadi korban.
"Kasus ini gampang sekali. Kalau tidak benar tekniknya, penyidik bisa jadi korban. Makanya mereka sangat berhati-hati. Perlu kita kawal, perlu kita beri dukungan," tegasnya.
Lebih lanjut, Susno berharap kasus ini tidak berhenti pada level pemalsuan SHGB dan SHM saja. Ia mendorong agar polisi juga menyelidiki tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan unsur korupsinya.
"Dana yang masuk ke rekening Desa Kohod, baik rekening kas desa atau rekening pribadi, itu berasal dari mana? Pemberi dana tujuannya apa? Terkait pemberian alas hak palsu. Lalu, dana dibelikan apa? Ini bisa jadi TPPU dan bisa diungkap tindak pidana korupsinya," ujar Susno.
"Kalau hanya pemalsuan, belum apa-apa ini," imbuhnya.
Sebelumnya, Arsin ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta (UK), serta dua orang lainnya berinisial SP dan CE. Mereka diduga bersekongkol melakukan pemalsuan beberapa surat dokumen untuk permohonan hak atas tanah di area pagar laut Tangerang.
Djuhandani menjelaskan peran Arsin dan tiga tersangka yang memalsukan surat-surat tersebut.
"Diduga keempatnya telah bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod."
"Dan dokumen lain yang dibuat oleh kades dan sekdes Kohod sejak Desember 2023 sampai dengan November 2024," kata Djuhandani.
Para tersangka itu membuat seolah-olah pemohon mengajukan permohonan melalui jasa surveyor ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Kemudian, terbitlah sebanyak 260 SHM atas nama warga Desa Kohod.
"Seolah-olah oleh pemohon untuk mengajukan permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit dan permohonan hak Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang hingga terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod," tuturnya.
Saat ini, kata Djuhandani, pihaknya masih melakukan pengembangan atas kasus tersebut.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan, pemalsuan ini berlatarbelakang motif ekonomi. Namun, berapa aliran dana yang didapatkan para tersangka, polisi belum bisa memastikan karena saat dikonfrontir, mereka saling lempar tanggung jawab.
"Dikonfrontir antara kades, sekdes dan penerima kuasa, di sini mereka saling lempar. Uangnya dari sini, dari sini. Berputar-putar antara mereka," sebut Djuhandani dalam jumpa pers di kantor Bareskrim Polri, Jakarta pada Selasa (18/2/2025).
Meski demikian, penyidik sudah dalam kesimpulan bahwa mereka berusaha mencari keuntungan dari permasalahan ini.
"Keuntungannya berapa? Belum diuji. Karena mereka beri keterangan berbeda-beda, saling melempar," terangnya.
Setelah penetapan tersangka ini, polisi menyatakan bakal mendalami soal aliran dana yang diterima Arsin juga.
Sebagaimana diketahui, saat kasus pagar laut Tangerang itu mencuat, sejumlah aset milik Arsin menarik perhatian publik. Mulai dari rumah mewah, mobil Honda Civic Turbo, HRV hingga Jeep Rubicon.
Jadi, mengenai hal ini, polisi mengatakan akan mendalaminya lebih lanjut.
Namun, untuk saat ini, penyidik masih fokus pada perkara pemalsuan surat izin yang dilakukan oleh Arsin bersama tiga rekannya tersebut.
“Kalau masalah tindak pidana pencucian uang (TPPU), kita akan kembangkan lebih lanjut,” ujar Djuhandani, dilansir Kompas.com.
“Kami saat ini masih konsentrasi pada proses penyidikan pemalsuan ya,” lanjut dia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok