Repelita Jakarta - Pegiat media sosial, Jhon Sitorus, menyoroti potensi bahaya dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan yang dinilainya dapat menjadikan institusi tersebut sebagai lembaga superbodi.
Jhon mengungkapkan kekhawatirannya terhadap beberapa pasal dalam RUU tersebut yang berpotensi melemahkan prinsip akuntabilitas hukum bagi para jaksa.
"Bahaya, Kejaksaan bisa jadi lembaga superbodi dalam RUU Kejaksaan yang baru," ujar Jhon dalam keterangannya.
Ia mengkritisi Pasal 8 Ayat 5 dalam RUU Kejaksaan yang menyebutkan bahwa seorang jaksa hanya bisa diproses hukum jika mendapat izin dari Jaksa Agung.
"Pasal 8 ayat 5 misalnya, Jaksa yang melanggar hukum hanya bisa diproses jika ada izin dari Jaksa Agung," cetusnya.
Jhon menilai aturan ini berpotensi melindungi jaksa yang melakukan pelanggaran hukum dari pertanggungjawaban yang seharusnya mereka hadapi.
"Artinya, jika ada Jaksa yang korup, main kasus, mafia, maka tidak bisa langsung dihukum. Semua tergantung restu bos mereka," tegas Jhon.
Sebagai contoh, ia menyinggung kasus jaksa di Batubara yang diduga melakukan pemerasan terhadap guru SD tetapi hanya dikenai sanksi mutasi, bukan hukuman pidana.
"Jaksa pemeras guru SD cuma dapat mutasi, bukan hukuman pidana," sesalnya.
Jhon juga menyoroti kasus Jaksa Pinangki, yang meskipun terjerat kasus korupsi, tetap mendapatkan vonis ringan.
"Jaksa Pinangki bahkan hanya divonis ringan, seperti main sandiwara dan drama saja," tambahnya.
Ia mempertanyakan arah supremasi hukum di Indonesia dengan kebijakan tersebut.
"Jadi, ini supremasi hukum atau jangan-jangan supremasi Jaksa sesuai pesanan politik?" ujarnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok