Jakarta, 11 Desember 2024 - Mahkamah Agung (MA) menganulir putusan bebas Gregorius Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun terkait kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Namun, Ketua majelis kasasi, Hakim Agung Soesilo, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion yang menyatakan vonis bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya sudah benar.
Dalam salinan putusan kasasi Nomor 1466 K/Pid/2024 yang diperoleh dari Kepaniteraan Mahkamah Agung, Soesilo menyimpulkan bahwa Ronald Tannur tidak memiliki niat atau mens rea untuk melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, Soesilo menilai putusan PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur sudah tepat.
“Konstruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaan penuntut umum dihubungkan dengan alat bukti, maka muncul konklusi bahwa terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum, sehingga putusan PN Surabaya yang membebaskan terdakwa sudah benar,” kata Soesilo.
Soesilo juga berpendapat bahwa korban Dini Sera Afrianti meninggal akibat luka robek kompleks pada organ hati akibat kekerasan tumpul. Meskipun ada hasil visum, Soesilo menilai hasil tersebut tidak secara otomatis menunjuk Ronald Tannur sebagai pelaku.
Dalam pendapatnya, Soesilo menilai tidak ada alat bukti yang dapat membuktikan dugaan Ronald Tannur melindas korban dengan mobilnya. Saksi-saksi yang diperiksa di pengadilan juga tidak dapat menjelaskan perbuatan yang didakwakan kepada Ronald Tannur. Bukti elektronik berupa rekaman CCTV juga tidak menunjukkan hal yang mendukung tuduhan tersebut.
Namun, dua hakim agung lainnya dalam majelis kasasi, Ainal Mardhiah dan Sutarjo, sepakat bahwa Ronald Tannur terbukti bersalah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afrianti. Majelis kasasi memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari penuntut umum Kejaksaan Negeri Surabaya, sehingga hukuman penjara selama lima tahun dijatuhkan kepada Ronald Tannur.
Belakangan, putusan bebas Ronald Tannur di tingkat PN Surabaya menjadi perhatian publik setelah hakim yang memberikan vonis tersebut dikaitkan dengan dugaan suap dalam proses perkara. Kasus ini semakin kompleks dengan keterlibatan mantan pegawai Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang diduga menjadi makelar dalam perkara kasasi Ronald Tannur. Meski Zarof Ricar belum memberikan suap kepada hakim agung, tim pemeriksa MA menyimpulkan tidak ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam majelis kasasi.
Pertemuan Zarof Ricar dengan Soesilo di Makassar juga menjadi sorotan, di mana Zarof sempat membahas soal kasus kasasi Ronald Tannur, tetapi Soesilo tidak memberikan tanggapan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok