Repelita, Jakarta 21 Desember 2024 - Pengamat Politik Citra Institute, Yusak Farchan, menilai langkah PDI Perjuangan yang gencar menyerang Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai tindakan yang kurang tepat karena melibatkan publik. Menurutnya, konflik yang terjadi seharusnya menjadi urusan internal partai dan Jokowi, bukan dipublikasikan ke masyarakat.
Yusak menyampaikan hal ini menyusul pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, yang meminta maaf kepada publik karena partainya telah melahirkan Jokowi sebagai presiden. "Pasca pemecatan Jokowi, saya kira konflik akan terus berlanjut. Jokowi berpotensi melakukan serangan balik, sementara PDIP juga akan terus menyerang," kata Yusak, Sabtu (21/12/2024).
Yusak menambahkan bahwa target PDI Perjuangan tidak hanya Jokowi, tetapi juga anak dan menantunya yang kini memegang jabatan politik, seperti Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, dan Kaesang Pangarep. Menurutnya, pernyataan Deddy menggambarkan kemarahan PDIP terhadap perilaku politik Jokowi, yang dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya di akhir masa jabatan sebagai presiden.
"Ini bukan hanya soal etika politik, tapi upaya cuci piring PDIP atas dosa-dosa politik Jokowi," ujarnya. Meski begitu, Yusak mengingatkan bahwa Jokowi tidak mungkin menjadi presiden tanpa peran PDIP sebagai partai politik yang menaunginya. Karena itu, PDIP turut bertanggung jawab atas penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Jokowi.
"Jokowi tak mungkin punya kekuasaan kalau tidak difasilitasi oleh PDIP. Jadi kurang proporsional kalau dosa penyalahgunaan kekuasaan itu dibebankan mutlak kepada Jokowi," tuturnya.
Sebelumnya, PDIP kembali menyampaikan permohonan maaf atas peran mereka dalam melahirkan Jokowi sebagai figur politik di Indonesia. Deddy Yevri Sitorus, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan bahwa PDIP merasa bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan Jokowi yang dinilai tidak sesuai dengan etika dan moral yang diperjuangkan partai.
“Bagaimanapun Jokowi itu lahir dari rahim PDIP. Sejak dia menjejakkan kaki di dunia politik, menjadi Wali Kota Solo dua periode, Gubernur DKI Jakarta, dan menjadi presiden selama 10 tahun. Itu tentu ada andil dari PDIP,” kata Deddy, Jumat (20/12/2024).
Deddy juga menilai bahwa di tahun terakhir masa jabatan Jokowi, banyak kebijakan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh PDIP. Ia mengkritik penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi lembaga-lembaga seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan pengerahan kekuasaan dalam berbagai pemilu, termasuk Pilkada, dengan menggunakan ASN, kepala desa, dan aparat hukum.
Oleh karena itu, PDIP merasa perlu menyatakan permohonan maaf kepada publik atas peran mereka dalam mendukung Jokowi selama ini. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok