Repelita, Jakarta 22 Desember 2024 - Niat Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor, dengan syarat pengembalian uang kerugian negara, dipertanyakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud menegaskan bahwa langkah tersebut berpotensi melanggar hukum, khususnya terkait Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Mahfud, jika seseorang membiarkan atau ikut serta dalam tindak pidana korupsi, maka mereka bisa dikenakan Pasal 55 KUHP, yang mengatur tentang penyertaan dalam tindak pidana. "Korupsi itu kan dilarang, dilarang siapa? Menghalangi penegakan hukum, ikut serta, atau membiarkan korupsi," ujar Mahfud, mengingatkan Prabowo agar hati-hati dalam kebijakan ini.
Pasal 55 KUHP menyatakan bahwa mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta dalam perbuatan pidana, dapat dikenakan pidana. Mahfud menekankan bahwa pernyataan Prabowo untuk memaafkan koruptor dengan syarat pengembalian kerugian negara bisa dianggap sebagai upaya menyuburkan korupsi.
Namun, Menko Hukum Yusril Ihza Mahendra memiliki pandangan berbeda. Ia berpendapat bahwa upaya Prabowo tersebut tidak melanggar undang-undang, melainkan bagian dari konsep amnesti. Yusril menjelaskan bahwa perubahan filosofi penghukuman dalam KUHP Nasional yang baru, yang akan berlaku pada 2026, menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, bukan semata-mata balas dendam.
Menurut Yusril, jika hukum hanya menekankan pada hukuman bagi pelaku korupsi tanpa mengembalikan aset yang telah dicuri, maka penegakan hukum tersebut tidak banyak memberi manfaat bagi ekonomi negara. Ia menambahkan bahwa KUHP Nasional yang baru akan memberikan pendekatan berbeda dalam penanganan kasus-kasus korupsi, dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan ekonomi negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok