Militer Israel diklaim sengaja menutupi kehancuran yang terjadi di wilayah utara akibat serangan kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah. Media Israel melaporkan adanya kerusakan signifikan di sejumlah pemukiman di wilayah utara, seperti Manara, Shtula, Kiryat Shmona, Zar'it, Nahariya, dan Shlomi.
Laporan ini mencuat meskipun pemerintah Israel, di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu, memberlakukan "sensor militer" yang ketat untuk menyembunyikan kerusakan dan kerugian di wilayah tersebut. Otoritas Pajak Israel juga mencatat adanya kerusakan yang tidak dilaporkan di berbagai lokasi lain, karena para pemukim telah dievakuasi atau terluka dan berada di area yang tidak dapat dijangkau berdasarkan instruksi militer.
Serangan Hizbullah dilaporkan telah merusak 9.000 bangunan dan 7.000 kendaraan di pemukiman utara Israel. Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, yang dikutip oleh Al Mayadeen, mengonfirmasi bahwa kerusakan di Kiryat Shmona sangat parah. Perkiraan awal menunjukkan, untuk memperbaiki sekolah yang rusak saja akan memakan waktu sekitar empat bulan.
Di kota-kota perbatasan dengan Lebanon, hampir setiap bangunan dilaporkan mengalami kerusakan. Kepala Dewan Pemukiman di Metulla, David Azoulay, melaporkan bahwa 70 persen rumah di wilayahnya hancur. Ia memperkirakan proses rehabilitasi akan memakan waktu setidaknya dua tahun.
Seorang pakar yang diwawancarai oleh Yedioth Ahronoth menjelaskan bahwa fokus Hizbullah dalam menargetkan fasilitas industri keamanan dan militer Israel mengakibatkan banyak fasilitas tersebut tutup dan memaksa militer Israel mengevakuasi barak serta pangkalan. Pabrik-pabrik seperti Elbit, Rafael, dan pabrik lainnya menjadi sasaran serangan drone Hizbullah, sehingga operasinya dipindahkan ke pusat-pusat rahasia baru di wilayah tengah Israel.
Akibatnya, sekitar 200 orang kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja, meskipun pabrik-pabrik tersebut biasanya mempekerjakan lebih dari 650 orang. Laporan media Israel menyebutkan bahwa total kerusakan di wilayah pemukiman utara Israel telah melebihi 5 miliar shekel, atau sekitar lebih dari $1,3 miliar.
Di sisi lain, serangan Hizbullah yang terus-menerus membuat pemukim di Israel utara hidup dalam ketakutan dan frustrasi. Wartawan Yedioth Ahronoth, Roi Karis, melaporkan bahwa keseharian pemukim masih didominasi oleh evakuasi dan peringatan, meskipun ada perkembangan mengenai gencatan senjata. Pada Jumat malam, 22 November 2024, sebuah drone Hizbullah terbang selama satu jam, memaksa puluhan ribu warga Israel utara untuk berlindung.
Wilayah yang menjadi sasaran serangan Hizbullah antara lain al-Jalil barat, Nahariya, Akka, Krayot, dan Carmel. "Tidak ada satupun yang bisa melihat, kapan akhir dari serangan ini," ujar Karis.
Bagi banyak pemukim, serangan Hizbullah sudah menjadi rutinitas yang tak tertahankan. Baku tembak dan peluncuran roket dari Lebanon ke wilayah Galilea barat dan Haifa semakin intensif. Seorang pemukim di Nahariya berbicara tentang trauma yang dialami oleh warga. "Kami semua menderita. Bahkan, anjing-anjing sekarang secara naluriah berlari ke tempat penampungan," ungkapnya.
Karis juga menyoroti tantangan hidup di tempat penampungan, yang menurutnya sangat melelahkan secara mental. Pemukim melaporkan adanya tekanan, perpecahan, dan keputusasaan yang semakin meningkat akibat serangan yang terus berlanjut.***