Penulis: Agusto Sulistio - Pendiri The Activist Cyber, Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era tahun 90an
Pemerintahan baru Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Insha Alloh akan segera dilantik dalam beberapa jam ke depan. Namun, kabar terkait susunan kabinet yang sedang dirumuskan menimbulkan kekhawatiran publik. Harapan akan hadirnya perubahan yang menjanjikan kehidupan lebih baik, bersih, dan bebas dari praktek korupsi justru terancam. Nama-nama yang dipanggil ke Kertanegara 4, kediaman Prabowo di Jakarta Selatan, tak sepenuhnya memuaskan ekspektasi publik.
Dr. H. Abdullah Hehamahua, penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005–2013, membeberkan fakta mengejutkan: 90 persen calon menteri yang sudah dipanggil Prabowo tersandung kasus korupsi. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan menteri era Jokowi yang terseret kasus serius namun kembali masuk dalam kabinet. “Menteri lama seperti Airlangga Hartarto dengan kasus nikel, Zulkifli Hasan dengan persoalan kebijakan dagang, hingga Bahlil Lahadalia terkait ESDM kembali dipakai," ungkap Abdullah dalam wawancara di Radio Silaturahim, Bekasi (18/10).
Mengapa Penyusunan Kabinet Sangat Kritis?*
Sebuah pemerintahan tidak hanya diukur dari janji-janji kampanye, tetapi dari tindakan nyata setelah memegang tampuk kekuasaan. Komposisi kabinet menjadi pondasi bagi jalannya pemerintahan. Jika kabinet diawali dengan pilihan figur bermasalah terkait korupsi, oligarki ekonomi, kasus penambangan dan perusakan lingkungan hidup maka harapan akan perubahan bisa kandas di awal. Tumpukan warisan krisis dari pemerintahan sebelumnya, seperti melemahnya ekonomi, tingginya ketimpangan sosial, dan kerusakan lingkungan, akan makin sulit diatasi.
Masih ada waktu bagi Prabowo untuk mengambil langkah bijak. Langkah konkret seperti pemeriksaan rekam jejak calon menteri melalui screening KPK dan membuka posko pengaduan masyarakat bisa menjadi sinyal positif. Publik tentu menginginkan komitmen nyata agar kabinet baru bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Jika ini dilakukan, kepercayaan masyarakat dan investor akan meningkat, serta pemerintahan Prabowo-Gibran bisa mulai dengan landasan kokoh.
Pelajaran dari Negara yang Gagal Mendengar Kritik Publik
Sejarah politik dunia memberikan banyak contoh buruk tentang pemerintah yang mengabaikan kritik rakyatnya. Salah satu contohnya adalah pemerintahan Presiden Viktor Yanukovych di Ukraina pada 2014. Ketika Yanukovych membentuk kabinet yang tidak mewakili aspirasi masyarakat dan lebih berpihak pada kepentingan oligarki, gelombang protes besar terjadi. Protes berujung pada revolusi Euromaidan, yang menggulingkan Yanukovych dan menjerumuskan Ukraina ke dalam krisis politik yang berkepanjangan hingga konflik dengan Rusia.
Pelajaran ini relevan bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Publik Indonesia tidak ingin melihat pemerintah baru terjebak dalam persoalan lama: penyalahgunaan kekuasaan dan oligarki ekonomi. Mengabaikan masukan rakyat hanya akan menambah daftar panjang krisis, membuat kehidupan bernegara semakin rapuh, dan membuka ruang bagi kekacauan sosial-politik.
Kesempatan Emas untuk Berbenah
Tanggal 21 Oktober 2024 tinggal hitungan hari. Namun, ini bukan sekadar tenggat waktu, melainkan peluang emas bagi Presiden Terpilih Prabowo untuk memastikan susunan kabinet mencerminkan harapan rakyat. Prabowo punya kesempatan untuk memilih tokoh berintegritas dan melepaskan diri dari bayang-bayang menteri lama yang terjerat masalah.
Jika Prabowo berani merevisi dan menyusun kabinet dengan tepat, ia akan menorehkan sejarah sebagai pemimpin yang menghormati mandat rakyat dan menjaga komitmen reformasi. Namun, jika kesempatan ini diabaikan, kabinet yang bermasalah hanya akan menjadi beban baru bagi pemerintahannya. Keberhasilan sebuah pemerintahan selalu dimulai dengan kepercayaan, dan kepercayaan itu hanya bisa dibangun dari transparansi dan integritas.
Masih ada waktu, Pak Prabowo. Mumpung belum terlambat, perbaiki dan revisi kabinet agar tidak hanya sekadar menjadi barisan formalitas, tetapi menjadi tim yang mampu menjalankan amanat reformasi dan membawa Indonesia ke arah lebih baik. Rakyat menunggu, dan sejarah akan mencatat setiap keputusan yang diambil di titik awal ini.