Nasional Corruption Watch (NCW) turut menyoroti dugaan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam, yang diungkap mantan Ketua KPK Agus Rahardjo.
Agus menyebut Jokowi meminta KPK menghentikan proses hukum kepada Ketua DPR kala itu, Setya Novanto, dengan nada marah.
"NCW menilai maraknya korupsi terjadi di pemerintahan Jokowi memperkuat keyakinan kami, bahwa Presiden Jokowi memang sudah tidak patut dipertahankan sebagai Presiden RI," ujar Ketua DPP NCW Hanifa Sutrisna kepada wartawan, Selasa (5/12/2023).
"Meskipun menyayangkan terlambatnya kesaksian Agus terkait dugaan intervensi pemerintah Jokowi, DPP Nasional Corruption Watch menyambut gembira peristiwa penting ini," sambungnya.
Sebab, dari hari ke hari semakin banyak tokoh bangsa memberikan kesaksian begitu bobroknya pemerintahan Presiden Indonesia ketujuh itu.
Meskipun banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo ini bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, DPP NCW menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu.
"Ini kesekian kalinya Jokowi melanggar konstitusi, UU 28 Tahun 1999 terkait Penyelenggara Negara yang bebas dan bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)," kata Hanif.
Dalam dua bulan terakhir, kata dia, DPP NCW sangat gencar menyuarakan betapa korupnya oknum-oknum penyelenggara negara di lingkungan pemerintahan Jokowi.
NCW mensinyalir lemahnya pemberantasan KKN saat ini, karena adanya kebutuhan rezim Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya.
Dugaan NCW sangat beralasan. Sebab dengan banyaknya terduga korupsi yang sudah diungkapkan oleh NCW, kata dia, hingga hari ini, tidak satupun yang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
“Sebut saja oknum menteri AH, DA, BL, ET dan PS, yang sebelumnya pernah kami ungkapkan dugaan KKN yang mereka lakukan, tapi apa Jokowi peduli? Sudah pasti tidak peduli lah, gimana mau peduli kalau Jokowi juga 'ikutan' menabrak konstitusi demi kepentingan dinastinya,” kata Hanif.
Menurut NCW, dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Jokowi dan kroni-kroninya sudah sangat merusak tatanan demokrasi dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini
Perubahan yang sangat signifikan dari sikap Jokowi membuat banyak pihak menduga-duga, bahwa Jokowi ketakutan jika kekuasaan tidak berpihak kepadanya, sesuatu yang besar dan berbahaya akan menimpa Jokowi dan kroni-kroninya.
Dalam paparannya, NCW menilai sudah selayaknya wakil rakyat di MPR-RI, DPR RI DPD RI untuk segera mengambil sikap tegas menghentikan kekuasaan yang berlebihan yang dipertontonkan oleh Presiden Jokowi melalui Sidang Istimewa (SI).
“Mundur secara terhormat atau dimakzulkan oleh rakyat, hanya itu pilihan yang dimiliki Jokowi saat ini,” kata Hanif.
Hanif menjelaskan, ada tiga pelanggaran konstitusi (UU No 28 tahun 1999) yang dilakukan oleh Jokowi, pertama, orkestrasi yang dilakukan Jokowi dengan relasi kuasa dengan iparnya Anwar Usman mantan Ketua Mahkamah Konstitusi meloloskan putranya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto melalui Keputusan MK No 90 yang sangat kontroversial.
Kedua, menerima gratifikasi atau korupsi atas ditunjuknya Kaesang Pangarep yang baru dua hari jadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), diangkat menjadi Ketua Umum PSI.
Ketiga, Jokowi memberikan arahan kepada oknum Mensesneg Pratikno untuk segera mendeklarasikan Gibran menjadi cawapres Prabowo, meminta Menkominfo Budi Arie Setiadi untuk memonitor sentimen negatif terhadap Gibran dan Kaesang, dan meminta Wamendes Paiman Raharjo untuk menggalang suara guna memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
“Tiga pelanggaran UU No 28 tahun 1999 terkait dugaan KKN dan Pasal 21 UU Tipikor No 31 Tahun 199 oleh Jokowi dan kroni-kroninya, kami rasa sudah cukup alasan bagi wakil rakyat untuk segera melaksanakan Sidang Istimewa (SI) untuk menghentikan kekuasaan Presiden Jokowi. Sudah layak untuk dimakzulkan, apalagi Jokowi sudah mengaku memata-matai partai-partai politik dan pelaku politik, tunggu apa lagi wakil rakyat kita?” kata Hanif.
Pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 berujung semena-menanya pemerintahan Jokowi menabrak konstitusi dan menggunakan kekuasaan untuk menekan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan Jokowi dan kawan oligarkinya.
Represi jurnalis, aktivis pro-demokrasi, mahasiswa dan para akademisi memperlihatkan sangat korupnya pemerintah rezim Jokowi selama sembilan tahun terakhir ini.
Belum lagi dugaan upaya kriminalisasi terhadap Ketua KPK dan Jaksa Agung yang masih berlangsung hingga saat ini, dugaan ketidaknetralan aparat penegak hukum dan tersanderanya penyelenggara pemilu demi memenangkan salah satu paslon capres-cawapres dan partai PSI, sehingga hastag #kamimuak menjadi trending di media sosial.
“Indonesia dalam kondisi ‘darurat korupsi’ saat ini, kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki oleh Jokowi, telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum menteri dan pejabat di lingkungan istana untuk memperkaya diri sendiri,"
"Kelompok dan atau pihak lain yang sejalan penguasa oligarki. Satu kata dari kami, lawan atau ikut mati, bersama demokrasi yang sudah duluan sekarat,” tandas Hanif.
Sumber berita / Artikel Asli : Pojoksatu

