Menurut Ikhsan, selama hampir enam bulan terakhir roda organisasi mengalami kemacetan total.
"Surat Keputusan (SK) Pengurus Wilayah dan ratusan Pengurus Cabang tidak lagi di SK-kan. Digdaya sebagai sistem persuratan juga disabotase sehingga arus persuratan macet. Pengurus Wilayah dan Cabang amat sulit untuk bisa bertemu dengan Ketum," ungkap Ikhsan di Jakarta pada Minggu, 7 Desember 2025.
Di sisi eksternal, Ikhsan menyoroti kedatangan akademisi Amerika Serikat Peter Berkowitz yang dianggap pro-Zionis Israel sebagai narasumber pada Akademi Kepemimpinan Nasional NU pada 15 Agustus 2025.
Acara tersebut menghabiskan dana miliaran rupiah, dan Gus Yahya selaku Wali Amanah Universitas Indonesia juga memberikan panggung kepada tokoh yang sama untuk berbicara di kampus tersebut.
"Tindakan Gus Yahya dapat dikualifikasi sebagai tindakan yang mencemarkan nama baik perkumpulan Jamiyyah Nahdlatul Ulama," tegas Ikhsan.
Ikhsan juga menuding Gus Yahya sengaja membiarkan rekening organisasi digunakan untuk menampung dana ratusan miliar rupiah dari pihak yang sedang disidik KPK atas dugaan korupsi tanpa pernah dilaporkan.
"Jumlahnya ratusan miliar rupiah dan tidak pernah dilaporkan oleh Ketum Gus Yahya," katanya.
Semua isu tersebut menjadi dasar Rapat PB Syuriyah pada 20 November 2025 yang dihadiri 37 anggota di luar Rais Aam.
Mayoritas peserta yang melebihi kuorum menyerahkan keputusan kepada Rais Aam untuk meminta Gus Yahya mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum.
"Keputusan ini sudah sesuai dengan Pasal 14 AD perkumpulan yang menegaskan bahwa Syuriyah adalah lembaga tertinggi dan diberikan otoritas tertinggi pula, yakni menilai, mengevaluasi, dan mengambil kendali organisasi," jelas Ikhsan.
Ketika Gus Yahya tidak kunjung mundur, Syuriyah sebagai pemegang otoritas tertinggi menyatakan bahwa ia tidak lagi berwenang memimpin PBNU maupun menggunakan atribut organisasi.
"Keadaan organisasi yang macet tidak lagi hanya menyandarkan AD/ART karena situasinya sudah tidak normal dan diperlukan upaya penyelamatan, maka dar'u al-mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih (menolak kemudaratan lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatan) ini yang dilakukan oleh PB Syuriyah melalui keputusannya," papar Ikhsan.
Ikhsan menjelaskan bahwa struktur kepemimpinan NU memberikan Rais Aam sebagai pimpinan tertinggi dengan wewenang mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada Ketua Umum Tanfidziyah jika terjadi pelanggaran.
"Dengan demikian bila terjadi persoalan yang membebani organisasi dan tidak dapat diselesaikan oleh Ketua Umum Dewan Tanfidziyah, maka Rais Aam sebagai otoritas tertinggi dapat menggunakan kewenanganya untuk mengambil kendali PBNU," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

