Bingung terhadap Inkonsistensi Riwayat Pendidikan Gibran, Rismon: 'S1 Dulu Baru SMK?'

 

Repelita Balige – Tayangan video berdurasi lebih dari 39 menit yang diunggah kanal YouTube Balige Academy pada Ahad, 21 September 2025, memicu perdebatan publik terkait riwayat pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Dalam video tersebut, Rismon Sianipar menyampaikan kritik tajam terhadap ketidaksesuaian data pendidikan Gibran yang tercantum di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan akun X resmi Kementerian Sekretariat Negara (@setnegri).

Ia menyebut perbedaan tersebut sebagai bentuk kejanggalan yang tidak sepatutnya terjadi pada pejabat tinggi negara.

Menurut data versi KPU, Gibran menempuh pendidikan di SD Negeri Mangkubumen Kidul 16 Surakarta (1993–1999), SMP Negeri 1 Surakarta (1999–2002), Orchid Park Secondary School Singapura (2002–2004), UTS Insearch Sydney (2004–2007), dan MDIS Singapura (2007–2010).

Rismon mempertanyakan durasi studi di UTS Insearch yang tercatat selama tiga tahun, padahal program tersebut umumnya hanya berlangsung antara delapan hingga dua belas bulan.

Ia juga merujuk surat keterangan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud nomor 9149/D.D1/KS/2019, yang menyetarakan UTS Insearch dengan SMK setelah Gibran menyelesaikan Grade 12 pada 2006.

Dalam video itu, Rismon menyampaikan keraguannya dengan nada skeptis, mempertanyakan apakah Gibran mengulang program matrikulasi selama tiga tahun.

Versi berbeda muncul dari unggahan akun @setnegri setelah pelantikan Prabowo–Gibran pada 2024, yang menyebut Gibran menempuh pendidikan di SD Negeri Mangkubumen Kidul (1993–1999), SMP Negeri 1 Surakarta (1999–2002), Orchid Park Secondary School Singapura (2002–2004), MDIS Singapura (2004–2007), dan UTS Insearch Sydney (2007–2010).

Dalam versi ini, Gibran tercatat menyelesaikan S1 di MDIS terlebih dahulu, baru kemudian mengikuti program UTS Insearch yang disetarakan dengan SMK.

Rismon menyebut urutan tersebut sebagai kronologi yang tidak masuk akal, karena menempatkan pendidikan S1 sebelum jenjang yang setara dengan SMK.

Ia juga menyoroti infografis yang diterbitkan Antara News pada 25 Oktober 2023, yang mencatat Gibran menempuh S1 di MDIS (2004–2007) dan S2 di UTS Insearch (2007–2010), semakin memperkuat kebingungan publik atas data yang beredar.

Menurut Rismon, publik berhak mempertanyakan validitas informasi resmi yang tidak konsisten, dan menyebutnya sebagai bentuk pembohongan publik.

Ia menjelaskan bahwa UTS Insearch adalah jalur akademik persiapan universitas, bukan pendidikan vokasional formal seperti SMK yang berbasis praktik kerja dan standar kompetensi nasional.

Rismon mempertanyakan titik temu antara dua sistem pendidikan tersebut, dan menilai penyetaraan yang dilakukan tidak memiliki dasar yang kuat.

Kontroversi mengenai riwayat pendidikan Gibran bukanlah hal baru, karena isu ini sempat mencuat pada Pemilu 2024 dan berlanjut ke ranah hukum.

Subhan Palal menggugat Gibran ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, mempertanyakan keabsahan ijazah SMA dan sertifikat UTS Insearch yang dianggap tidak setara dengan ijazah SMA Indonesia.

Kritik juga datang dari mantan pejabat seperti Said Didu, yang menyatakan bahwa UTS Insearch hanyalah lembaga bimbingan belajar dan bukan institusi formal.

Ia menilai penyetaraan yang dilakukan pada 2019, saat Joko Widodo masih menjabat sebagai presiden, menimbulkan kesan nepotisme.

Dengan beragam versi yang saling bertentangan dari KPU, Setneg, dan Antara, rekam jejak pendidikan Gibran kini menjadi sorotan tajam masyarakat.

Rismon menutup argumennya dengan pernyataan bahwa jika hal sederhana seperti riwayat pendidikan saja tidak tertata, maka sulit bagi publik untuk mempercayai kompetensi seorang pejabat tinggi negara.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga