
Repelita Jakarta - Polemik keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali menyulut perdebatan panas di ruang publik, dengan munculnya babak baru yang sarat nuansa politik dan tudingan keterlibatan pihak tertentu.
Dalam tayangan podcast di kanal YouTube Forum Keadilan TV yang diunggah pada 28 Juli 2025, Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus pakar telematika, mengungkap adanya dugaan skenario terorganisir untuk mengalihkan persoalan teknis pembuktian ijazah menjadi ajang tarik-menarik kepentingan politik.
Pernyataan Roy Suryo memicu spekulasi liar ketika dirinya secara terang-terangan menunjuk adanya kelompok yang ia sebut sebagai "bidak-bidak" permainan politik dengan sandi "warna biru".
Nama Adik Kurniawan dan Silvester pun ia sebut sebagai figur yang kerap berbicara soal "biru" dan diduga memperoleh restu berupa "blue light" dari kekuatan politik tertentu.
Meskipun enggan menuding langsung, arah pernyataan Roy Suryo dianggap menyinggung partai politik yang dikenal memiliki identitas warna serupa, yang dituduh sengaja mendompleng isu ijazah untuk kepentingan strategis tertentu.
Roy Suryo kemudian menegaskan posisinya agar publik tidak lagi mengaitkan dirinya dengan partai berwarna biru tersebut.
Ia menegaskan bahwa hubungannya dengan partai itu telah tuntas sejak lama dan statusnya pun sudah diketahui para petinggi partai.
Dalam podcast itu, Roy menegaskan, "Saya memang pernah di partai biru, tapi saya tekankan sekali lagi, saya sudah tidak ada kaitan sama sekali dengan partai itu."
Langkah klarifikasi ini disebut Roy sebagai upaya memutus dugaan yang menjerat namanya, sebab baginya narasi penyeretannya ke pusaran politik partai justru memperkeruh suasana sekaligus membuka front baru permusuhan.
Roy bahkan menyindir langkah tersebut dengan peribahasa Jawa yang menggambarkan Jokowi seperti tidak menyerang secara langsung, melainkan menggunakan tangan orang lain atau dikenal sebagai strategi Lamis.
Dengan nada kritis, Roy Suryo menilai strategi ini berbahaya karena berpotensi melahirkan narasi tandingan yang menyesatkan publik dengan mengorbankan pihak lain.
Di sisi lain, Roy menegaskan fokus perkaranya bukan pada penjatuhan pidana, melainkan pembuktian kejujuran di ruang publik.
Menurutnya, sejak awal yang ia dan tim perjuangkan hanyalah agar Presiden Jokowi secara terbuka menunjukkan bukti otentik berupa ijazah dan skripsi, agar polemik ini bisa tuntas tanpa memicu konflik berkepanjangan.
Ia pun mengkritisi sejumlah kejadian janggal yang diduga menjadi bagian dari skenario pengaburan jejak.
Salah satunya adalah peristiwa pembongkaran gedung perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM yang dianggap berpotensi menghilangkan bukti skripsi Presiden Jokowi.
Selain itu, Roy Suryo juga menyinggung adanya dugaan interogasi terhadap Profesor Sofyan Effendi selama belasan jam tanpa surat panggilan resmi, serta insiden pencekalan acara ulang tahun Azrul Azwar, dosen senior UGM, yang dinilai memiliki hubungan simbolik dengan polemik ijazah.
Serangkaian insiden tersebut semakin memperkuat keyakinan Roy Suryo bahwa ada intervensi untuk meredam upaya pembuktian.
Karena meragukan proses hukum di dalam negeri, Roy mengungkap bahwa dirinya dan beberapa rekan telah membawa perkara ini ke ranah internasional, tepatnya ke Amnesty International.
Bagi Roy Suryo, langkah ini terpaksa diambil karena hilangnya rasa percaya terhadap independensi penegakan hukum di tanah air, terutama ketika isu ini sudah dicampuradukkan dengan kepentingan politik.
Roy Suryo lantas menutup pernyataannya dengan satu tuntutan tegas yang ditujukan langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Ia meminta Presiden untuk secara ksatria membuka dan menunjukkan dokumen asli ijazah beserta skripsinya di hadapan publik, sebagai solusi untuk meredam polemik yang semakin liar dan demi menegakkan prinsip kejujuran.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

